Saturday, February 25, 2006

Tuhan, Aku Menghadap Padamu...

Tuhan, aku menghadap padamu bukan hanya di saat aku cinta padamu atau hanya ada maunya, tapi juga di saat-saat aku tidak cinta dan tidak mengerti akan dirimu, di saat-saat aku seolah-olah memberontak terhadap kekuasaanmu. Dengan demikian, Ya Rabb, aku mengharapkan cintaku padamu akan pulih kembali.
Aku tidak bisa menunggu cinta untuk sebuah sholat. Aku ingin sholatku menjadi sebuah bentuk eksistensi kecintaanku yang tulus padamu Ya Tuhan. Ya Rabb, terimalah cintaku ini kembali, aku selalu ingin menjadi kekasihmu yang setiap saat dekat denganmu meskipun itu sulit.

Islam Versi Saya = Islam Versi Allah

Aku belum tahu apakah Islam itu sebenarnya. Aku baru tahu Islam versi Hatta, Islam versi Soekarno, Islam versi Natsir, Islam versi Hamka, Islam versi Cak Nur, Islam versi Gus Dur, Islam versi Amien, Islam versi Din Syamsudin, Islam versi Ulil Abshar, Islam versi Ibnu Khaldun, Islam versi Ulama-ulama kuno, Islam versi Syiah dan Islam versi yang lain-lainnya. Dan terus terang aku belum puas. Yang kucari belum kutemui, belum terdapat, yaitu Islam menurut (versi) Allah, pembuatnya. Bagaimana? Langsung study dari Qur’an dan Sunnah? Akan kucoba. Tapi orang-orang lain pun akan beranggapan bahwa yang kudapat itu adalah Islam menurut aku sendiri. Tapi biar, yang penting adalah keyakinan dalam akal sehatku bahwa yang kufahami itu adalah Islam menurut (versi) Allah SWT.
Aku harus yakin itu!!

Oh Tuhan Maklumilah Aku…

Tuhan, bisakah aku menerima hukum-hukum-Mu tanpa meragukannya terlebih dahulu? Karena itu Tuhan, maklumilah aku lebih dulu bila aku masih ragu akan kebenaran hukum-hukum-Mu. Aku selalu dalam persimpangan jalan ke-ragu-raguan. Aku tahu ini tidak baik bagiku dan aku tahu Tuhan, bahwa ke-ragu-raguan adalah hal terburuk dari sebuah keyakinan. Jika Engkau tidak suka akan hal ini, tolong berilah hambamu ini pengertian-pengertian sehingga keraguan itu hilang dan segeraku dibawa dari tahap keragu-raguan ketahap penerimaan Illahmu ya Allah.
Tuhan, murkakah Engkau bila aku berbicara dengan Mu dengan hati dan otak yang bebas, hati dan otak yang Engkau sendiri telah berikan kepadaku dengan kemampuan-kemampuan bebas sekali? Tuhan, murkakah Engkau bila otak dengan kemampuan-kemampuan mengenalnya yang Engkau berikan itu menggunakan sepenuh-penuhnya kemampuan itu?
Tuhan, aku ingin berbicara dengan Engkau dalam suasana bebas. Aku percaya bahwa Engkau tidak hanya benci pada ucapan-ucapan yang munafik begitu juga denganku, tapi juga benci pada pikiran-pikiran yang munafik, yaitu pikiran –pikiran yang tidak berani memikirkan yang timbul dalam pikirannya, atau pikiran-pikiran yang pura-pura tidak tahu akan pikirannya sendiri.

Wednesday, February 22, 2006

Aku Emoh Jadi Orang Munafik!!!

Aku tidak mau menjadi orang munafik, sok suci dan semacam itu. Percobaan menyembunyikan pengaruh bawah sadar yang mungkin ada? Adalah kepura-puraan. Dan aku tidak mau berpura-pura, apalagi sesama manusia lainnya. Masalah hukum Tuhan saja aku tidak mau berpura-pura, apalagi terhadap masalah Himpunan Mahasiswa Islam. Dia (Allah) yang belum aku mengerti dan sebagian hukum-hukumnya yang belum bisa aku terima. Dengarlah do’a-ku sehabis sholat yang sebagian pertanyaan-pertanyaan dan protes-protes terhadap Tuhan. Habis bagaimana kalo hati nurani-ku yang berkata begitu.

Aku selalu mengkritik terhadap konflik-konflik sosial yang terjadi saat ini. Kenapa perbedaan menjadi suatu masalah yang harus dibesar-besarkan, bukankah perbedaan suatu hal yang wajar? Bukankah suatu perbedaan adalah rahmat dan anugerah darimu? Aku ingin himpunan ini menjadi barometer pemecahan masalah dari konflik-konflik yang ada pada bangsa ini. Aku tidak tahu apakah aku sudah kejangkitan filsafat pragmatisme: Tapi aku tidak akan menolak penularan faham, bila yang ditulari itu mau menerima. Semoga penularan ini berdampak baik bagiku dan orang lain, Semoga!!

Tuesday, February 21, 2006

Aku….



Aku bukanlah Islamis, Aku bukanlah Katolik, Aku bukanlah Protestan, Aku bukanlah Budha, Aku bukanlah Hindu, Aku bukanlah Konghucu, Aku bukanlah NU, Aku bukanlah Muhammadyah, Aku bukanlah Persis, Aku bukanlah Ahmadyah, Aku bukanlah Syiah, Aku bukanlah Nasionalis, Aku bukanlah Sosialis atau Marxisme, Aku bukanlah Naziesme, Aku bukanlah Fasisme, Aku bukanlah Humanis, Bahkan aku bukan pula Komunis. Aku adalah semuanya, tanpa kecuali. Mudah-mudahan ini yang disebut dengan Muslim. Aku ingin orang memandang dan menilaiku sebagai suatu kemutlakan (absolute entity) tanpa menghubung-hubungi dari kelompok mana aku termasuk serta dari aliran dan kepecayaan mana aku berangkat.

Memahami manusia sebagai manusia! itu yang terpenting bagiku.

Friday, February 17, 2006

Valetine’s Day

Pertama meskipun terlambat saya ingin mengucapkan selamat Valentine’s day kepada semuanya. Mungkin budaya hari kasih sayang ini baru beberapa tahun yang lalu booming negeri ini. Budaya kasih sayang (Valitine) yang di adopsi dari budaya barat masih banyak menjadi kontoversi bagi sebagian kalangan yang berpendapat bahwa budaya valentine tidak cocok dengan budaya ketimuran. Dalam hal ini saya mencoba mengambil dari perspektif yang berbeda.
Seorang teman perempuan saya memberikan sebuah tulisan tepat pada Valentine’s Day tanggal 14 Februari. Tulisan itu berjudul “Jangan Tertipu Gemerlap Valentine’s Day”. Di lihat dari judulnya, tulisan ini merupakan pendapat dia (yang kontra) terhadap hari Valentine. Saya memandang positif tulisan tersebut, karena yang dia lakukan merupakan bentuk progresif dalam memperingati atau memanfaatkan suatu moment (hari Valentine), dimana dalam waktu yang sama sebagian dari kita ada yang terhanyut oleh budaya konsumtif dan hedonis.
Singkatnya, tulisan itu menjelaskan bahwa hari Valentine asal muasalnya dari kisah St. Valentine yang dihukum pancung oleh penguasa Roma karena memasukan sebuah keluarga Romawi kedalam agama Kristen.
Ada juga versi yang lain dari asal muasal lahirnya hari Valentine adalah dari kisah seorang pendeta Khatolik yang bernama Santo Valentino yang menikahkan seorang prajurit. Ternyata tindakan Santo Valentino merupakan bentuk pelanggaran dan membuat berang Caesar Claudius II. Karena pemerintahan Caesar Caludius II melarang prajuritnya menikah dengan tujuan menciptakan prajurit yang tangguh. Santo Valentino pun di hokum mati.
Bila memang benar asal muasal hari Valentine seperti itu, tampaknya kita perlu mengadopsi semangat pembebasan dan perlawanan yang dimiliki oleh St. Valentine dan Santo Valentino. Keduanya telah melakukan pembebasan terhadap hak (asasi) manusia dengan melakukan perlawanan dalam bentuk aksi nyata terhadap penguasa yang sewenang-wenang. Yang telah di lakukan oleh St. Valentine merupakan perjuangan pemenuhan hak manusia untuk memeluk suatu agama yang diyakini, sedangkan yang dilakukan oleh Santo Valentino merupakan perwujudan pembelaan fitrah yang dimiliki sebagai pria (prajurit), fitrah mencintai (dengan menikahi) lawan jenis.
Tampaknya teman permpuan saya tidak setuju dengan hari Valentine dikarenakan hari Valentine merupakan bentuk memperingati kematian St. Valentine yang memasukan keluarga Romawi kedalam agama Kristen dan Santo Valentino yang merupakan seorang pendeta dari agama Khatolik. Sedangkan teman perempuan saya bukan berasal dari agama kedua tersebut.
Sepertinya, kita perlu belajar untuk bisa menerima dan mengakui nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dari siapapun. Kadang kita hanya mau mendengarkan, menerima dan mengakui suatu hal atas dasar siapa yang berkata atau siapa yang menyampaikannya. Kita tidak terbiasa untuk bisa menerima dan mengakui satu hal atas dasar apa yang dikatakan atau yang disampaikan. Kebaikan dan kebenaran yang kita terima, akui serta yakini terkadang terlalu yang bersifat subyektif, formalistik dan simbolik.
Untuk mengikis dan menghilangkan sifat tersebut, saya menganggap hari Valentine merupakan waktu yang tepat untuk digunakan sebagai (waktu) pembelajaran. Saya yakin kita semua sepakat bahwa cinta dan kasih sayang harus ter/dicurahkan setiap hari atau setiap waktu. Tetapi saya juga yakin bahwa kita semua perlu hari atau waktu khusus untuk dijadikan moment perbaikan, peningkatan cinta dan kasih sayang kita. Sebagaimana kita menjadikan hari kelahiran atau pergantian tahun sebagai moment perbaikan, peningkatan dan penjagaan diri.

At least, atas nama cinta dan kasih sayang (berdasarkan semangat pembebasan dan perlawanan), sekali lagi saya ucapkan : “Selamat hari Valentine!”

Tuesday, February 14, 2006

Warna-Warna Kita....!!!!

13 Februari 2006,
Sepulangku dari Yogya balik menuju Jakarta terdengar banyak kabar "Cerita tentang kita","cerita tentang warna-warna kita yang agak keruh..." siapa yang akan mencerahkan waran-warna kita? Apakah kita harus menunggu air hujan yang akan menetralkan kita? Apakah kita hanya menggantungkan pada sinar matahari yang akan mengeringkan luka warna-warna kita...? Apaka hijau, hitam, putih kita akan terus merona? Apakah itu warna-warna himpunan kita...? Diriku, dirimu, diri kita... sebenarnya memiliki penguat warna-warna itu...
Yakin Usaha Sampai itu semboyan kita..!!!!