Tuesday, March 13, 2007

Pembelaan Jalaluddin Rumi (Wali) Terhadap Mansur Al-Hallaj

Menarik memang untuk diperhatikan pembelaan Jalaluddin Rumi terhadap Mansur al-Hallaj, seorang sufi yang dikenal dengan paham hulul dan ungkapan "Ana al-Haqq" (Aku adalah Tuhan). Rumi melukiskan istighraq (terserap ke dalam Tuhan) sebagai pengalaman spiritual yang sering disalahpahami orang banyak, padahal pengalaman adalah penegasan wujud hakiki Tuhan sekaligus pengakuan kerendahan hati yang terdalam sang hamba. Apabila seekor lalat tercelup kedalam madu, demikian kata Rumi, seluruh anggota tubuhnya terserap oleh keadaan yang sama, dan ia tak dapat bergerak. Demikian pula istilah istighraq (terserap ke dalam Tuhan) digunakan untuk orang yang tidak mempunyai wujud yang sadar atau gerak inisiatif. Setiap tindakannya bukan miliknya. Apabila ia masih meronta-ronta dalam air, atau apabila ia berseru, "Oh, aku tenggelam," ia tidak bisa dikatakan berada dalam keadaan terserap. Inilah yang dimaksudkan dengan kata-kata "Ana al-Haqq" (Aku adalah Tuhan). Orang menganggap itu adalah pengakuan yang sangat sombong. Padahal pengakuan yang benar-benar sombong adalah pengakuan yang mengatakan "Ana al-'abd" (Aku adalah hamba), sedangkan "Ana al-Haqq" (Aku adalah Tuhan) adalah sebuah ungkapan sebuah kerendahan hati yang dalam. Orang yang mengatakan "Ana al-'abd" (Aku adalah hamba) menegaskan dua wujud, wujudnya sendiri dan wujud Tuhan; tetapi orang yang mengatakan "Ana al-Haqq" (Aku adalah Tuhan) membuat dirinya bukan-wujud dan menyerahkan dirinya dan seraya berkata "Ana al-Haqq" (Aku adalah Tuhan), yakni "Aku tiada, Dia-lah segalanya: tidak ada wujud selain wujud Tuhan." Inilah lubuk yang paling dalam kerendahan hati dan kehinaan diri.

Apabila ia (seorang Sufi) jatuh ke dalam tong pencelup warna-Nya (Tuhan Yang Maha Mutlak), dan dengan demikian ia terserap ke dalam shibghat al-Lah (QS 2:138), "warna celupan Allah," yang di dalamnya semua warna lenyap dan yang ada hanyalah putih bercahaya, dan karena itu ia berkidung, "Akulah tong." Apabila engkau berseru kepadanya, "Munculah," ia akan mengerang dengan terpesona, "Akulah tong: jangan salahkan Aku." Ungkapan "Akulah tong" serupa dengan ungkapan "Ana al-Haqq" (Aku adalah Tuhan). Rumi melukiskan pula bahwa sang Sufi bagaikan sebatang besi yang, karena dipanaskan dalam api, menjadi merah menyala, sehingga besi itu akhirnya berkata, "Akulah api." Besi itu mempunyai warna api, meskipun ia adalah besi.

Warna besi hilang dalam warna api: besi membanggakan kehebatannya, meskipun

sebenarnya ia diam.

Ia menjadi mulia karena warna dan sifat dasar api: ia berseru, "Aku adalah Api, aku adalah api."

Rumi menjelaskan-pula perbedaan antara "Ana al-Haqq" (Aku adalah Tuhan) yang diucapkan oleh al-Hallaj dan "Ana Rabbukum al-A'la" (Aku adalah Tuhanmu yang Tertinggi) yang diucapkan oleh Fir'aun (Ramses raja Mesir). Al-Hallaj sendiri telah membandingkan situasinya dengan situasi Fir'aun dan iblis, yang keduanya berani menggunakan kata "Ana" (Aku). Di hadapan Adam yang baru diciptakan, iblis berkata, "Aku lebih baik daripada dia" (QS 38:76). Dengan menuturkan kisah ini, Rumi mengatakan bahwa ucapan al-Hallaj itu adalah cahaya sedangkan ucapan Fir'aun itu adalah tirani.

"Aku" Mansur al-Hallaj tentu saja rahmat;

"Aku" Fir'aun tentu saja terkutuk!

Friday, March 09, 2007

Proliferasi Pembangunan Kebangsaan

This article talks about review definition a nation in a big community or the name is state. State cannot have social contruction if do not make a proiliferation nation value. The first step for building strong a nation state must doing by collective idealism and vision nation in the future. The dialogue between civil society in the state will be maked contructions nation to proveristy and enlightment people. The Correlation nasionalism and globalization in a global community will be result implication, such ; the goverment cannot building the nation because between people and state has limited. The goverment do not have policy to support people power and prosverity, disintegration nation and spirit etnosentric.


MASA depan bangsa Indonesia di prediksikan akan mengalami banyak masalah terutama terkait dengan mulai memudarnya ikatan kebangsaan yang menimbulkan gerakan disintegrasi bangsa.

Perbedaan pemaknaan dalam menilai ikatan kebangsaan telah menjadi polemik dalam meneropong masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik. Di satu sisi perbedaan pandangan antara pihak yang lebih menekankan semangat kebangsaan melalui kesadaran emosional nasionalisme, dan disisi lain pihak yang memandang semangat kebangsaan lahir dari intervensi negara. Kedua perbedaan tersebut seringkali turut serta mericuhkan stabilitas politik Indonesia padahal disaat polemik itu terjadi masyarakat sipil sedang melakukan aktivitas proliferasi nilai kebangsaan itu.

Maka diskursus kebangsaan yang akan mencuat pada dekade perjalanan bangsa kedepan, seharusnya ditempatkan pada posisi kontruksi realitas masyarakat Indonesia, bukan pada segi historis yang memberikan ruang romantisme belaka. Misalnya saja kebangsaan dalam segi historis mempunyai definisi yang sempit, bahwa bangsa sudah merupakan bagian yang lahir akibat dari perjuangan sekelompok masyarakat tertindas, terjajah sampai menyatu hingga merdeka, pada konteks ini aktivitas tersebut sudah dianggap selesai sebagai bentuk dari pembangunan nilai kebangsaan.

Sedangkan kalau ditempatkan dalam bingkai realitas, peta kebangsaan akan sangat nampak bahwa, kondisi sekarang tidak menunjukkan adanya satu nilai-nilai kebangsaan, sehingga peran serta setiap individu untuk memulai membangun konstruksi itu berawal dari singgungan dengan realitas sekarang. Namun perlu dipahami sebelum masuk pada wilayah itu harus ada penyamaan persepsi mengenai kebangsaan itu sendiri.

Salah satu referensi paling banyak digunakan dalam menganalisis diskursus kebangsaan ini adalah Benedict Anderson, dalam bukunya "Imagined Community", Anderson mengungkapkan, "Nations, however, have no clearly identifiable births, and their deaths, if they ever happen, are never natural. (Bennedict Anderson)", bahwa istilah kebangsaan itu tidak ada, sebuah nation hanya berupa bayang-bayang yang abstrak dan tidak diketahui asal -usul serta bentuk yang konkretnya.

Dari tesis Anderson ini kita patut memberikan apresiasi apakah benar kebangsaan kita hanya sekedar ilusi dan hanya sebagai dagelan untuk memperpanjang status kekuasaaan dan memperlebar kesenjangan sosial lewat penindasan struktural.

Saya menilai kehadiran tesis Anderson dilatar belakangi oleh pembacaan realitas kebangsaan yang tidak menunjukkan grafik kemajuan. Fokus yang dijadikan sample Anderson itu Indonesia, ikatan komunal yang terjadi di Indonesia dari sejak dulu sampai sekarang belum menunjukkan perubahan yang signifikan.

Kalau dikatakan Indonesia sudah memasuki masa transisi demokrasi, pada konteks ikatan komunalnya masih menggunakan pendekatan komunikasi global. Definisi komunikasi global menurut saya adalah cara-cara komunikasi antar individu dalam suatu realitas sosial yang menggunakan prinsip global, lazim digunakan oleh semua etnis dan bangsa diseluruh dunia, atau dalam istilah lain komunikasi ini bisa disebut sebagai komunikasi universal.

Melihat hal itu ada kecenderungan pembangunan kebangsaan Indonesia berada di posisi mengkhawatirkan, karena tidak ditempatkan pada pembangunan identitas lokal yang beragam, duplikasi komunikasi universal ini tentunya berimplikasi pada ikatan komunal yang sebatas formalistik saja.

Lantas bagaimana komunikasi yang ideal untuk membangun suatu nilai kebangsaan yang murni berasal dari khasanah internal bangsa sendiri? John Dewey, mempunyai jawaban dalam hal ini, menurutnya suatu ikatan komunal itu tidak bediri sendiri ia berasal dari komunikasi individu yang berlangsung sangat lama, maka penciptaan ruang-ruang komunikasi antar etnis adalah suatu keharusan untuk memulai kerja pembangunan kebangsaan ini.

Komunikasi yang menjadi kata kunci bukan juga suatu aktivitas yang stagnan, komunikasi partisipatif ala Habermas harus juga diadopsi untuk melengkapi landasan filosofis nilai kebangsaan Indonesia. Habermas mengatakan, "partisipasi komunal dalam membentuk pandangan bangsa harus berawal dari kesadaran entitas manusia, yaitu manusia yang merdeka dari ketidakadilan, manusia yang bergerak menuju penciptaan teknologi industri yang lebih maju dan terakhir manusia yang secara tidak langsung dapat menghancurkan sesamanya."

Kesadaran itu merupakan suatu sikap yang alamiah dan dijiwai dalam bingkai komunikasi partisipatif.

Momen kelahiran bangsa memang tidak pernah teridentifikasi secara gamblang. Bangsa lahir sebagai sebuah produk (strategi), karena itu kematiannya juga terjadi karena diproduksi, bukan secara alamiah.

Definisi antrophology Ben Anderson menunjukkan bahwa nation :
Nation adalah imagined community, karena tidak semua anggotanya pernah (akan) saling kenal, bertemu, atau mendengar, meski dalam benak mereka selalu tumbuh kesadaran, mereka merupakan suatu persekutuan.
Betapapun besar komunitas yang terimaji selalu ada limited yang memisahkan nation satu dengan nation yang lain.
Komunitas terimaji tersebut berdaulat (sovereign) karena konsep ini lahir pada masa sekularisasi atau dalam rumusan Anderson," born in an age in which Enlightenment and Revolution were destroying the legitimacy of the devine-ordained, hierarchical dynastic realm". (Ben Anderson, Imagined Community, 7)
Nation selalu terimaji sebagai sebuah komunitas, sebab walau dalam kenyataan komunitas itu ditandai aneka perbedaan atau kesenjangan, nation selalu dipahami sebagai persaudaraan yang mendalam.

Menurut Ben Anderson, sense of nation Indonesia bermula dari ditinggalkannya sikap indiferent inlander sebagai kaum terjajah. Analisis antropologisnya menyatakan:
Bahasa berperan signifikan dalam proses kelahiran nation. Bahasa mencerahkan kaum muda terpelajar sekaligus mengantar mereka pada ide-ide nasionalisme ala Eropa yang pada gilirannya menghentikan sikap indiferent inlander itu. Bahasalah yang merakit kisah-kisah kaum muda tersebut dan menggumpal menjadi kesadaran akan kesatuan identitas, yang lalu berkembang menuju kesadaran nation.
Kesadaran nation merupakan produksi; hasil dari "strategy" sosial-budaya-politik untuk membangun, memproduk, dan mereproduksi identitas diri baru sebagai negasi dari identitas yang diimposisikan oleh penjajah. Perasaan kesatuan identitas (nasional) tidak pertama-tama muncul berdasar kesadaran akan kesatuan latar belakang budaya, suku, agama, atau golongan sosial. Persis seperti ditegaskan Soekarno saat mengutip Ernest Renan,” Nationalism! To be a nation! It was no later than the year 1882 that Ernest Renan published his idea of concept of 'nationhood'. "Nationhood" according to this author is the spirit of life, an intellectual principle arising from two things: firstly, the people in former times had to be together to facewhat came, secondly, the people now must have the will, the wish to life and be one. Not race, nor language, nor religion, nor similaruty of needs, nor the brothers of the land make the nation...(Holtsappel, Nationalism,74). Nasionalisme digunakan untuk menggugat identitas diri yang diimposisikan oleh penjajah, memugar kesadaran diri yang baru, menegosiasi pola relasi baru dengan penjajah. Nasionalisme merupakan "strategi sosial-budaya-politik" yang digunakan sebagai kesadaran melawan imperialisme.

Energi intrinsik kaum muda terpelajar Indonesia yang menyembul dalam sikap-sikap yang beraniuntuk menggugat status dan pola relasi mapan yang diimposisikan, mengkritisi keadaan berdasar pemahaman-pemahaman baru mengartikulasikan dan mengonsolidasikan kesadaran dan keyakinan membangun jaringan kesadaran akan identitas, merupakan elan vital bagi berkembangnya (dan sustainable) akan nasionalisme.


By : Ilham. M W

Thursday, March 01, 2007

Kamu Nyata

Andaikan aku bisa..
Berikan kau harapan
Yang kau mau
Andaiku bisa..

Berikan yang sempurna
Apa yang bisa membuat
Kau bahagia..
Andaiku bisa..

Kau telalu berharga
Di dalam hidupku..
Hanya kau yang tersisa
Di mimpiku..

Kamu nyata dihidupku
Kamu ada di depanku
Tapi tak bisa..
Aku menyentuhmu..

Kamu nyata dimataku
Kamu ada didepanku
Tapi tak mungkin
Tak mungkin kumiliki
Diri mu..

Andai bisa kutukar
Aku dengan dirinya
Akupun rela..
Asal kau disampingku..

Daripada ku hidup
Hidup terus bermimpi
Karena mu..
Merindukan mu..

Kau terlalu berharga
Dalam hidupku..
Hanya kau tersisa
Dalam mimpiku..

By: Izzy