Sebuah peribahasa mengatakan
"Pilih pasangan dengan pendengaranmu, kemudian dengan penglihatanmu dan lalu dengan hatimu"
"Pilih pasangan dengan pendengaranmu, kemudian dengan penglihatanmu dan lalu dengan hatimu"
Apakah bijak? Mencoba mengenal lebih dekat dengan lawan jenis diawali dengan ketertarikan rupa fisik. Tampaknya tidak bijak. Karena, kendatipun penilaian cantik rupa atau tidak adalah hal yang terkait dengan selera masing-masing individu: relatif, atau lebih tepatnya bahwa penilaian rupa fisik merupakan bentuk dari penilain subyektif manusia. Tetapi sepertinya sikap ketertarikan rupa fisik akan selalu menafikan ruang pengenalan dan pendekatan bagi mereka yang memiliki kekurangan penampilan rupa fisik (kurang cantik rupa atau gagah tampan). Seseorang yang memiliki kekurang rupa fisik bukanlah berarti tidak ada cinta buat mereka. Karena cinta bebas nilai tidak mengenal batasan ruang, waktu dan ukuran. Sungguh paradigama yang salah jika cinta hanya untuk orang-orang yang memiliki kelebihan rupa fisik (cantik rupa dan gagah tampan).
Sering kita mendengar pernyataan umum yang berbunyi, "Cinta pada pandangan pertama". Apakah benar ada cinta yang didasarkan pada pandangan pertama? Apakah ada, orang yang langsung merasakan cinta karena baru pertama kali melihat atau bertemu? "Aku langsung jatuh cinta, kepadamu. Cinta pada pandangan pertama. Cinta yang bisa merubah jalan hidupku lebih berarti", begitu Ahmad Dhani dalam sebuah liriknya yang berjudul "Kasidah Cinta". Adakah yang seperti itu, atau memang seperti itu adanya?
Menjawab pertanyaan tersebut, saya berusaha untuk berfikir mendalam. Sepertinya, cinta seperti itu tidak ada. Kendatipun ada yang menyatakan itu, sepertinya itu bukan cinta. Cinta sepert itu hanya pembenaran dari sikap yang didasari oleh rasa ketertarikan pada rupa fisik. Cinta seperti itu hanyalah sebuah utopis dan trik-trik dari obsesi seorang laki-laki untuk mendapatkan perempuan cantik rupa menjadi pasangannya (atau sebaliknya). Hal seperti itu lebih tepat disebut manuver-manuver cinta. Kemasan yang diyakini akan memberi kesan "tulus", yang berharap agar cinta (dengan dasar ketertarikan rupa fisik) bisa diterima.
Bagi saya cinta bukan seperti itu. Cinta sebagai nilai memang luhur, jangan direndahkan oleh dasar orientasi rupa fisik. Baiklah, kalau ada yang mengatakan itu cinta. Tapi jangan katakan "cinta" seperti itu cinta tulus. Cinta tulus bukan seperti itu. Cinta tulus adalah ketika engkau memberikan dan menebarkan tanpa mengharapkan pembalasan kecuali hanya Tuhan.
Cinta adalah bagaimana kita memberikan, mencurahkan dan mengusahakan segala yang kita miliki tanpa mengharapkan balasannya. Jika konteksnya terhadap lawan jenis, cinta adalah sikap menebarkan kebaikan dan kasih sayang tanpa mengaharapkan imbalan. Cinta yang tulus tidak harus mengharapkan balasan. Itulah mengapa pujangga asal inggris, William Shakespeare mengatakan bahwa, "cinta adalah ketika kamu berkorban, kamu tidak merasakn berkorban". Tampaknya cinta seperti itu terlalu utopis. Sepertinya sulit ditemukan cinta seperti itu saat ini.
Tetapi kembali, jika cinta didasari oleh penampilan rupa fisik, itu bukan cinta. Kendatipun itu cinta, itu adalah cinta yang rendah. Karena, penampilan fisik bukan hasil usaha dan kerja keras manusia. Penampilan fisik merupakan pemberian Tuhan terhadap manusia. Pemberian Tuhan memang berbeda, tapi keberbedaan itu bukan berarti membolehkan perbedaan yang satu bernilai lebih atau paling tinggi sedangkan perbedaan yang lain adalah lebih atau paling rendah.
Penampilan rupa fisikpun tidak menjadi abadi dan menjadi materialistik, karena ia bisa menua, keriput serta kendur. Sangat disayangkan jika cinta kita didasari atas sesuatu yang tidak abadi tersebut, sesuatu yang sifatnya sesaat dan fana. Tak salah jika Kahlil Gibran dalam "Risalah Cinta" menempatkan cinta yang berorientasi rupa fisik adalah cinta yang terletak pada bagian piramida terbawah. Cinta seperti ini rendah, serta banyak "penganut"-nya.
Tetapi kembali, jika cinta didasari oleh penampilan rupa fisik, itu bukan cinta. Kendatipun itu cinta, itu adalah cinta yang rendah. Karena, penampilan fisik bukan hasil usaha dan kerja keras manusia. Penampilan fisik merupakan pemberian Tuhan terhadap manusia. Pemberian Tuhan memang berbeda, tapi keberbedaan itu bukan berarti membolehkan perbedaan yang satu bernilai lebih atau paling tinggi sedangkan perbedaan yang lain adalah lebih atau paling rendah.
Penampilan rupa fisikpun tidak menjadi abadi dan menjadi materialistik, karena ia bisa menua, keriput serta kendur. Sangat disayangkan jika cinta kita didasari atas sesuatu yang tidak abadi tersebut, sesuatu yang sifatnya sesaat dan fana. Tak salah jika Kahlil Gibran dalam "Risalah Cinta" menempatkan cinta yang berorientasi rupa fisik adalah cinta yang terletak pada bagian piramida terbawah. Cinta seperti ini rendah, serta banyak "penganut"-nya.
Lalu bagaimana cinta kita sebaiknya? Di satu sisi kita banyak melihat dan ditawarkan ajaran untuk menganut cinta rendahan yang beracuan fisik, di sisi lain cinta tulus adalah cinta yang sangat sulit bagi kita untuk mempraktekannya. Di satu sisi kita "tergiur" untuk menjadikan penampilan rupa fisik menjadi acuan menilai dan mencari pasangan, di sisi lain kita sulit untuk mencintai seseorang tanpa adanya hal-hal yang melatar belakangi kita untuk mencintai seseorang.
Mencintai bagi kebanyakan, membutuhkan alasan dan orientasi. Sulit rasanya mencintai seseorang (lawan jenis) dengan tidak menjadikan penampilan rupa fisik sebagai acuan awal. Sulit rasanya menebar kebaikan dan kasih sayang kepada seseorang tanpa mengarapkan sesuatu.
Karena itu, melompatlah sedikit lebih tinggi meninggalkan cinta terbawah piramida menuju tingkatan cinta pertengahan yang netral. Tidak menjadikan penampilan fisik sebagai acuan untuk mencintai. Kita tetap menggunakan acuan untuk mencintai seseorang, tetapi bukan dari penampilan rupa fisiknya, melainkan dengan acuan lain. Acuan yang non visual, tetapi terdengar. Acuan dengan melalui pendengaran, bukan visual. Pilihlah pasangan melalui pendengaran, bukan visual. Pilihlah pasangan melalui pendengaran kita, bukan melalui visual.
Di sini kita melompat menuju cinta tulus nan netral, yaitu bagaimana kita berusaha untuk hanya menggunakan pendengaran kita sebagai acuan untuk mencintai seseorang. Anggaplah kita sebagai orang buta yang tidak bisa melihat visual penampilan rupa fisik seseorang. Sehingga yang kita lakukan adalah mendengarkan siapa yang berbicara dengan kita, serta bagaimana sifat dan cara bebicaranya. Seputar apa saja hal-hal yang "keluar" dari mulutnya, apakah perkataan dan cara berbicaranya menunjukan orang yang cerdas dan berwawasan? Apakah untaian kata kebaikan dan kasih sayang selalu di ucapakannya? Biasakanlah bagi kita untuk mendengar dan mencermatinya.
Selain itu, dengarkanlah penilaian-penilaian terhadap seseorang sebagai refrensi sebagai acuan dalam mencintai seseorang. Dalam ajaran agama dikatakan bahwa, untuk mengetahui sifat seseorang, bertanyalah kepada tetangganya, dengarkanlah penilaian mereka. Hal ini menandakan, ada kecenderungan bahwa penampilan cenderung menipu. Apa yang tampak dan yang kita lihat kerap kali "menyilaukan" kita. Oleh karena itu , maka kedepankanlah pendengaran kita. Jadikan pendengaran menjadi acuan kita untuk mencintai seseorang.
Di sini kita melompat menuju cinta tulus nan netral, yaitu bagaimana kita berusaha untuk hanya menggunakan pendengaran kita sebagai acuan untuk mencintai seseorang. Anggaplah kita sebagai orang buta yang tidak bisa melihat visual penampilan rupa fisik seseorang. Sehingga yang kita lakukan adalah mendengarkan siapa yang berbicara dengan kita, serta bagaimana sifat dan cara bebicaranya. Seputar apa saja hal-hal yang "keluar" dari mulutnya, apakah perkataan dan cara berbicaranya menunjukan orang yang cerdas dan berwawasan? Apakah untaian kata kebaikan dan kasih sayang selalu di ucapakannya? Biasakanlah bagi kita untuk mendengar dan mencermatinya.
Selain itu, dengarkanlah penilaian-penilaian terhadap seseorang sebagai refrensi sebagai acuan dalam mencintai seseorang. Dalam ajaran agama dikatakan bahwa, untuk mengetahui sifat seseorang, bertanyalah kepada tetangganya, dengarkanlah penilaian mereka. Hal ini menandakan, ada kecenderungan bahwa penampilan cenderung menipu. Apa yang tampak dan yang kita lihat kerap kali "menyilaukan" kita. Oleh karena itu , maka kedepankanlah pendengaran kita. Jadikan pendengaran menjadi acuan kita untuk mencintai seseorang.
Seperti kita mencintai Rasulullah SAW, bagi khalayak umum tidak ada yang pernah bertemu dengan Baginda Rasulullah SAW secara visual pasca wafatnya para Sahabat, tetapi hanya mendengarkan kisah-kisah tentang Beliau saja rasa cinta kita begitu mendalam.
Seperti dalam sebuah syair kecintaan seorang Mursyid Tarekat Maulawiah bernama Syaikh Jalaluddin ar-Rumi RA kepada Rasulullah SAW :
"Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan, saya mencintainya dan saya mengaguminya, saya memilih jalannya dan saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap
orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia adalah orang yang saya cintai, dia begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna. Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan
mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya."
Seperti dalam sebuah syair kecintaan seorang Mursyid Tarekat Maulawiah bernama Syaikh Jalaluddin ar-Rumi RA kepada Rasulullah SAW :
"Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan, saya mencintainya dan saya mengaguminya, saya memilih jalannya dan saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap
orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia adalah orang yang saya cintai, dia begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna. Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan
mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya."
Begitu juga dalam konteks memilih pasangan hidup, pilihlah pasangan melalui pendengaranmu, bukan melalui visualmu. Karena dengan mendengarkan perkataan seseorang secara langsung serta mendengarkan penilaian-penilaian orang lain mengenai seseorang tersebut, kita bisa mengetahui sifat seseorang yang sebenarnya. Dan jika ini dijadikan acuan kita untuk mencintai seseorang dan menjadikannya pasangan bagi kita, saya rasa cinta seperti ini lebih tinggi kedudukannya dibandingkan cinta yang menjadikan penampilan rupa fisik sebagai acuan. Ini adalah cinta tulus nan netral. Maka melompatlah menuju cinta yang tengah, tulus nan netral, tentu saja sambil berusaha menuju cinta sejati nan hakiki "Cinta karena Tuhanmu".(Bud)HM
No comments:
Post a Comment