Disatu sisi, yang dimaksud dengan kritik rasionalitas utilitaris adalah sebuah gerakan anti-utilitaris dalam ilmu pengetahuan sosial (MAUSS) yang memulai kritik terhadap ekonomisme dan konsep-konsep instrumentalis terhadap dunia dan tindakan manusia. Di sisi lain, ada semacam penghormatan kepada Marcel Mauss, kemenakan dan ahli waris spiritual Emile Durkheim, juga penulis teks yang dianggap paling penting oleh para Maussianis yaitu "Essay tentang pemberian" (Essai sur le Don) yang telah menciptakan ke-universalis-an, paling tidak dalam aturan-aturan pemberian, dalam tritunggal memberi, menerima dan mengembalikan, dalam masyarakat kuno atau primitif.
Menurut Mauss, untuk menghentikan kritik efektif dari pandangan ekonomis dalam dunia sosial dan sejarahnya, kita harus bersandar pada antropologi yang menunjukan bahwa manusia tidak selalu menjadi hewan ekonomi dan bahwa bentuk pertama konstitusi dalam hubungan sosial tidak ditemukan dalam sebuah kontrak maupun jual beli, melainkan kewajiban memberi, dan lebih jauh lagi dalam kewajiban untuk memperlihatkan kedermawanan. Apakah kedermawanan yang diperlihatkan tersebut diakhiri dengan suatu nyata, dan sampai tahap mana? Itulah hal yang perlu diperdebatkan. Debat yang hanya berguna dan diakui bila kita menyetujui fakta antropolgis mengenai kewajiban memberi.
Sejarah utilitarisme itu sendiri sering dikaitkan dengan modernitas dunia barat dan hanya berkutat pada karya Jeremy Bentham. Setelah dikupas sedikit demi sedikit, kita menemukan bahwa utilitarisme sesungguhnya telah ada sejak awal lahirnya filosofis moral dan politik Barat, dengan Socrates dan Plato, di Cina, dan juga secara terbatas di
Disisi yang lain, pemberian, atau lebih tepatnya tritunggal kewajiban memberi, menerima dan mengembalikan yang dimutakhirkan oleh M. Mauss justeru jauh lebih aktual daripada yang kami pikirkan. Hingga kira-kira tahun 1990, apa yang tertulis dalam majalah MAUSS mengenai pertanyaan tersebut hanya mengangkat kekhasan etnologis. Pemeberian, dalam esensinya adalah apa yang ada di luar dan pada orang lain. Menarik untuk dipikirkan, namun nyaris tidak aktual. Banyak hipotesa tentang pemberian mulai tahun 1990 dan terus menerus muncul, dalam bentuk modifikasi dan dalam situasi relatif, tetap ada dalam bagian-bagian keberadaan sosial masyarakat modern misalnya saja melalui sirkulasi barang dagang dan jasa, atau lewat perantara yang disebut sebagai redistribusi oleh Karl Polanyi, namun tetap dalam lingkaran sirkulasi pemberian.
Penemuan MAUSS dalam tujuh tahun pertamanya adalah bahwa utilitarisme tidak mewakili sebuah sistem filosofis tertentu atau sebuah unsur diantara imajiner-imajiner dominan lainnya dalam masyarakat modern. Utilitarisme justeru cenderung menjadi imajiner itu sendiri. Sedemikian hingga, bagi para modernis, segala sesuatu yang tidak dapat diterjemahkan dalam bentuk kegunaan dan efektifitas yang instrumental tidak dapat dimengerti dan tidak dapat diterima. Lebih jauh, semua yang dihasilkan oleh pihak non-utilitaris, yang cukup besar jumlahnya, dianggap sebagai sesuatu yang mewah, yang tidak berguna, atau sebuah idealisme yang tidak terjangkau, karena berada di luar dunia utilitaris.
Dalam perjalanannya, MAUSS semakin melihat dengan jelas bahwa imajiner utilitaris sekarang ini menjadi tanpa guna. Bukan saja tidak memberi sumbangan apapun pengayaaan penemuan-penemuan demokratis dan juga pada kemajuan ilmu pengetahuan, ia justeru membuatnya menjadi kering dan mandul. Walaupun pada awalnya rasional dan demokratis, kini utilitarisme menurunkan pemikiran pada rasionalisme, ilmu pengetahuan pada scientisme, dan demokarsi pada teknokartisme. Dengan kata lain, ia menjadi korban dari penyederhanaannya sendiri. Tidak pelak lagi, hal itu terjadi karena sifatnya yang landai, sehingga ia tidak dapat menyederhanakan, baik secara teoris maupun praktis, masyarakat-masyarakat dan manusia hanya dalam satu aspek, yaitu aspek ekonomi. Ia tidak dapat pula menyerap pertanyaan mengenai demokrasi dalam efektifitas produktif dan tidak menggubris pengidentifikasian pemeriksaan etis. Sehingga sangat penting kiranya untuk membalikkan arah arus, memisahkan diri dari paradigma yang sempat berjaya dan merenungkan kembali dengan pandangan yang baru benua raksasa yang masih gelap yang berisi hal-hal yang perlu dipikirkan dan disusun.
Bagian pertama, dalam buku tentang utilitarisme ada beberapa tahap, dimulai dari kebangkitan utilitarisme, utilitarisme yang masih terpisah-pisah, utilitarisme dominan, hingga utilitarisme generik dalam teori praktik. Bagian kedua, membahas kritik rasionalitas utilitaris dalam beberapa bagian.
Kebangkitan Utilitarisme
Dalam bukunya dijelaskan bahwa pemikiran modern adalah pemikiran utilitaris. Utilitarisme ada di Eropa sekitar abad 13 dalam tradisi Yunani dan Roma yang masih hidup. Yang dimaksud dengan utilitaris disini adalah tindakan manusia digerakan oleh logika egois dan perhitungan atas kesenangan dan penderitaan. Kritik rasionalitas utilitaris mengatakan tidak ada lagi yang menjadi dasar bagi norma-norma selain kepentingan individual atau kolektif.
Salah satu pemikir yang mengembangkan utilitarisme adalah Jeremy Bentham yang mengatakan " kesenangan yang semakin besar bagi semakin banyak individu. " apa yang dikatakan oleh Bentham sebetulnya bukan hal yang baru dan sudah pernah dikatakan oleh penulis Italia bernama Beccaria (1764). Apa yang dikatakan oleh Bentham adalah radikalisme dari utilitarisme. Pada akhirnya, utilitarisme lebih diradikalkan lagi oleh ekonomi melalui perhitungan kesenangan dan penderitaan (nilai utilitas).
Pada perkembangan awalnya, utilitarisme masih terbatas dan tersembunyi serta bersifat normatif. Periode ini berlangsung sekitar abad 13-18. dalam masa tersebut, ada keinginan untuk melepaskan masyarakat dari tradisi agama yang kuat, sebagaimana dalam sejarah pemikiran modern, melalui pencarian aturan-aturan alam untuk meninggalkan aturan-aturan agama/Tuhan.
Melalui penemuan aturan-aturan alam, rasionalitas mulai tampak, disamping prinsip dari utilitarisme tersebut. Kombinasi keduanya seakan-akan mampu menandingi legitimasi agama. Meskipun demikian, utilitarisme masih terbatas karena keadaan masyarakat yang masih didominasi oleh Negara/kekuatan yang abadi. Beberapa pemikir yang muncul antara lain,
No comments:
Post a Comment