Saturday, August 05, 2006

BOOK: SEVEN THEORIES OF RELIGION


Penulis: Daniel L. Pals

Penerbit: Oxford University Press

Cetakan: 1996

Tebal: vii + 293 halaman.

Buku ini untuk siapa? Atau buku ini ditujukan kepada siapa?

Lebih jelasnya buku ini ditujukan bagi:

Sesama sarjana bidang studi agama yang tak kenal dengan isu-isu metodologi dan teori serta mungkin memilih karya ini untuk menutup celah pengetahuan mereka

Para sarjanan selain bidang agama yang mungkin kurang mengenal teori-teori yang dipertimbangkan di sini, tetapi merasa bahwa mereka tidak memiliki ingatan tentang argumen yang baru atau menangkap dengan kuat pengaruh sejarah dari teori-teori itu dan perannya pada masa sekarang

Para peminat umum yang ingin mengetahui, bukan hanya tempat agama itu sendiri dalam usaha manusia, tetapi juga peran opini tentang agama dalam alur pembicaraan kontemporer yang umum;

Dan akhirnya yang tak kalah pentingnya menuntut mereka untuk mengetahui, setidak-tidaknya garis-garis besar teori-teori klasik ini bagi karya mereka dalam studi agama atau bidang yang lain, nemaun mereka memiliki waktu yang terbatas untuk melakukan tugas ini akibat komitmen akademik yang lain.

Mengapa tujuh teori?

Adapun yang dipilih sebagai wakil juru bicara dari setiap teori itu adalah: E.B Tylor dan James Frazer, Sigmund Freud, Emile Durheim, Karl Marx, Mircea Eliade, E.E. Evans-Pritchard, Clifford Geertz. Penulis buku ini menyadari kenapa dia tidak memasukkan nama seperti sosiolog besar Max Weber, psikolog Swiss Carl Gustav Jung dan bahkan Max Muller yang mengemukakan ide tentang ilmu agama (science of religion), dia dikesampingkan karena teorinya yang memandang agama berasal dari pemujaan alam, sebagian besar telah ditentang pada masanya dan hanya memiliki pengaruh yang terbatas setelah itu. max Weber ditinggalkan karena keruwetan teorinya yang menggabungkan beebrapa perspektif sehingga diabaikan untuk studi yang lain atau hari yang lain.dan kemudian memilih Emile Durkheim yang justru berlawanan dengan Weber. Demikian juga Carl Jung, walaupun Jung mengambil pendekatan terhadap agama secara tajam, simpatik dan tersusun terutama dalam mengemukakan materi agama dalam riset psikologisnya namun penulis buku ini lebih memilih Freud yang dianggapnya lebih baik, karena kejelasan lebih dipilih dibandingkan keruwetan ; dan teori-teori yang dipilih merupakan gambaran yang paling tajam dari tipe mereka.

Bagaimana pengertian istilahnya?

Membincang teori agama tidak terlepas dari upaya Max Muller - seorang profesor Jerman - yang pertama kali memperkenalkan suatu proyek besarnya dalam upaya merintis sebuah kajian yang ia sebut dengan ilmu agama (sciense of religion). "Sains agama" merupakan propaganda yang mengagetkan mengingat sains dan agama biasanya saling menegasikan. Bagaimanakah mungkin, agama yang absolut dan dianggap sebagai taken for granted digabungkan dengan sebuah program studi yang dipersembahkan untuk eksperimen, revisi dan perubahan? Bagaimana mungkin dua ranah yang berbeda ini, dua wajah yang nampak bermusuhan, bertemu tanpa salah satu atau keduanya hancur? Namun nampaknya Muller merasa sangat yakin bahwa keduanya dapat dipertemukan dan digabungkan. Ia percaya bahwa studi agama secara ilmiah memiliki banyak hal yang ditawarkan pada keduanya yang kemudian ia tuangkan dalam bukunya Introduction to the Science of Religion (1873) yang dirancangnya untuk membuktikan maksud dari persenyawaan frase "sains agama" tersebut. Baginya banyak hal yang dapat diperoleh dengan bergerak seperti seorang saintis yang baik, mengumpulkan berbagai fakta-kebiasaan, ritual dan kepercayaan - semua agama di seluruh dunia dan kemudian mengemukakan teori untuk menjelaskan mereka, sebagaimana seorang ahli biologi atau kimia yang mencoba menjelaskan cara kerja alam. (hal. 4).

Adalah Daniel L. Pals, yang mencoba mengetengahkan kepada kita sebuah pemaparan yang sederhana mengenai teori-teori agama yang sudah dirintis oleh Muller. Namun berbeda dengan Muller, yang optimis bisa bisa menjelaskan semua tentang agama dengan melakukan investigasi yang bersifat historis yang menelusuri hingga ke ide-ide dan praktik keagamaan yang paling awal dari bangsa manusia dan kemudian menelusuri perkembangan agama itu ke depan dan hingga sekarang (hal.7). Daniel L. Pals dalam buku ini mengkaji hasil survei-nya mengenai teori-teori agama yang kemudian disajikan dalam pemaparan yang sederhana. Buku yang ditulisnya ini diperuntukkan bagi pembaca awam yang memiliki perhatian pada agama sekaligus yang ingin mengetahui ide-ide para pemikir terkemuka di era modern dalam usaha mereka untuk memahami agama (v).

Daniel L. Pals, mengelompokkan pendekatan teori agama ke dalam dua ranah, pertama bersifat substantif dan yang kedua bersifat fungsional. Yang pertama melalui pendekatan "menafsirkan" (interpretive) dan yang kedua melalui pendekatan "menjelaskan" (explanatory) (13). Para teoretisi yang mendukung pendekatan pertama atau substantif, cenderung menjelaskan agama secara intelektual, dalam batasan ide-ide yang mendorong, menggerakkan, dan mengilhami manusia. Mereka menekankan niat manusia yang sadar, emosi dan agensi. Mereka mengatakan bahwa orang bersifat religius, karena pemikiran yang dianggap benar dan bernilai sehingga harus diejawantahkan dalam ranah kehidupan mereka. Para teoretisi yang menekankan peran pemikiran dan perasaan manusia ini menganggap bahwa agama adalah tentang sesuatu yang "memiliki makna" bagi kehidupan manusia. Pendekatan ini dianggap lebih bersifat "menafsirkan" (interpretive) ketimbang "menjelaskan" (explanatory). Bagi teoretisi interpretif, "penjelasan" hanya tepat berbicara tentang "benda", bukan manusia.

Sebaliknya, para teoretisi fungsional sangat tidak setuju dengan pendekatan yang bersifat substantif. Mereka menganggap bahwa "penjelasan" juga absah untuk menjelaskan manusia. Para teoretisi fungsional berusaha melihat ke bawah atau dibalik pemikiran yang sadar dari orang yang religius untuk menemukan sesuatu yang lebih dalam dan tersembunyi. Mereka berpendapat bahwa ada struktur sosial yang pokok atau penderitaan psikologis tanpa perhatian yang akar tingkah laku agama yang sesugguhnya. Apakah akar-akar tersebut bersifat sosial, individual, atau bahkan biologis, kekuatan -kekuatan yang memaksa ini - dan bukan ide-ide yang oleh orang beragama sendiri dianggap mengatur tindakan mereka - merupakan sebab agama yang sesungguhnya dimanapun kita dapat menemukannya. Kita akan dapat menelusuri perbedaaan antara penjelas (explainers) dengan penafsir (interpreters)

Bagaimana metodologi buku ini?

Buku ini mencoba untuk, pertama-tama mengemukakan tentang kehidupan dan latar belakang juru bicaranya yang utama, kemudian dengan menguraikan ide-ide pokoknya seperti yang dihadirkan dalam beberapa teks sentral, dan akhirnya dengan memperhatikan ciri-ciri khasnya melalui perbandingan dengan teori-teori yang lain dan mencatat keberatan utama yang dimunculkan oleh para pengkritiknya.

Teori-teori agama di dalam buku ini telah ditempatkan dalam suatu rangkaian, baik kronologis maupun konseptual, hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan suatu pola. Setelah mengawalinya dengan teori dari intelektual klasik, Tylor dan Frazer, kita akan bergerak menuju pendekatan explanatory, menelusuri garis-garis fungsionalisme psikologis, sosial, dan ekonomi melalui freud, Durkheim, dan Marx. Kemudian beralih ke Eliade yang memulai suat proses menentang bentuk pendekatan penjelasan (explanatory) yang lebih ekstrem (sering disebut dengan "reduksionisme"), dan diakhiri dengan teori yang lebih mutakhir dari Evans-Pritchard dan Geertz, yang keduanya dapat dianggap berusaha menghilangkan perbedaan interpretive-explanatory.

Pertama-tama menjelaskan tentang dua istilah yang paling mendasar dalam pembahasan selanjutnya; "agama" dan "teori".

Apapun batasannya, pengertian yang biasa tentang istilah-istilah umum seperti "agama" dan "teori" sangat diperlukan bagi buku semacam ini - bukan hanya sebagai titik tolak, tetapi juga sebagai tonggak petunjuk jalan kita untuk bergerak. Pada saat yang sama, kita juga harus memperhatikan bahwa beberapa teoretisi yang akan kita bahas telah merasa puas dengan intuisi-intuisi pengertian umum.

Seorang teoretisi mungkin dapat mengikuti jalan yang diplih oleh Durkheim dan Eliade, yang lebih suka dengan konsep seperti yang "sakral" (sacred) saat mendefinisikan sifat-sifat dasar agama. Lagi-lagi para teretisi lebih suka dengan definisi-definisi substantif yang sangat serupa dengan pedekatan akal sehat. Mereka mendefinisikan agama dalam dalam batasan kandungan konseptual, atau ide-ide, yang dijalankan atau dirasa penting oleh orang-orang yang religius. Para teoretisi lain menganggap pendekatan ini terlalu restrictive, dan sebagai gantinya, merekamenawarkan suatu definisi yang lebih fungsional. Mereka mengesampingkan kendunagn ide-ide agama dan mendefinisikan agama sekadar dalam batasan bagaiamna ia beroperasi dalam kehidupan mansuia.mereak ingin tahu apa arti agama bagi seorang individu secara psikologis atau bagi suatu kelompok secara sosial.

Demikian kata teori, secara sekilas ide tentang "penjelasan" agama tidak sulit untuk dipahami. Tetapi setelah semakin dalam orang memasuki usaha menjelaskan secara sungguh-sungguh, amak akan semakin banyak keruwetan yang muncul.

Di akhir survei ini akan menyenangakan jika kita dapat mengeluarkan suatu keputusan sederhana tentang "benar" dan "salah" pada setiap teoretisi kita. Sejarah riset disenagian besar bidang, nilai teori jauh di luar fakta sederhana benar atau salah. Penjelasan yang "salah", namun menemukan suatu cara yang hampir baru dalam melihat suatu subyek atau membuka suatu jalan penelitian yang baru, dapat jauh lebih penting daripada penjelasan yang "benar" namun melakuakn lebih sedikit dari meyatakan kembali apa yang tealh diketahui oleh setiap orang.

Jika demikian, kita akan berusaha sekuat tenaga untuk mengakhiri survei kita tidak dengan serangkaian keputusan tetapi dengan serangakain perbandingan, mengumpulkan semua pandangan yang telah kita bahas secara terpisah sejauh ini dan mengukurnya secara bersama-sama dengan beberapa prinsip umum yang dapat diterapkan pada semua. Dalam hubungn itu, kita harus menanyakan pada setiap teoretisi pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: bagaimanakah teori itu mendefinisikan subyek? Dengan konsep "agama" apa teori itu dimulai? Kedua, apa tipe teori itu? karena penjelasan dapat berjenis-jenis, jenis keterangan apa yang ditawarkan oleh seorang teoretisi, dan mengapa? Ketiga, bagaimana jangkauan teori itu? yakni, berapa banyak prilaku keagamaan manusia yang dapat dijelaskan? semuanya?atau hanya beberapa? Dan dari segi itu, apakah teori itu benar-benar melakuakn yang ia klai? Keempat, apa bukti yang diangkat teori itu? apakah ia mencoba untuk secara mendalam membuktikan berapa fakta, ide, dan adat kebiasaan atau apakah ia membayar dengan sendirinya secara luas hingga mencakup banyak? Apakah jangkaun bukti itu cukup luas untuk mendukung jangakauan teori? Kelima, apa hubungan antara keimanan atau kekafiran pribadi seorang teoretisi dengan penjelasan yang ia kemukakan? Sautu penjelajahan tentang pertanyaan-pertanyaan ini tidak boleh hanya menunjukkan kepada kita di mana teori-teori kita bertemu dan dimana berseberangan; ia mungkin juga meyusun dugaan tentang masa depannya.

1 comment:

Unknown said...

Bagi orang yang beragama, membaca buku ini harus benar-benar dengan keimanan yang tinggi.....