Kalau kita melihat asal terbentuknya kesatuan wilayah Indonesia, Indonesia merupakan wilayah yang terletak di Asia bagian tengggara yang membentang dan meliputi gugusan pulau-pulau dari pulau Crithmast (Tempat Pengungsian di Australia) yang berada di lintang selatan sampai dengan pulau Formosa (China Taiwan) di lintang utara dan gugusan pulau-pulau yang ada di sebelah timur pulau Mandagaskar dan sebelah barat pulau Ambon. Pengelompokan gugusan pulau tersebut didasarkan pada pengelompokan ras dimana ras yang ada diwilayah Indonesia tersebut merupakan ras yang berkulit sawo matang yang berambut lurus yang berasal dari keturunan dari ras kulit kuning.
Akan tetapi seiring dengan perkembangan politik wilayah tersebut, nama Indonesia mengalami perubahan geografi dan geopolitik yang mengikuti faktor kesamaan nasib dan penderitaan. Dengan terkotak-kotaknya wilayah tersebut berdasarkan pembagian wilayah kekuasaan penjajah, berarti kesamaan ras bukan lagi sebagai faktor pengikat terbentuknya wilayah Indonesia, melainkan kesamaan nasib dan penderitaan: sama-sama mengalami penderitaan akibat penjajahan yang dilakukan Bangsa Belanda.
Dan sekarang wilayah Indonesia menurut kesepakatan konverensi meja bundar di negeri Belanda, wilayah Indonesia membentang dari kota Sabang di Pulau Weh sampai kota Merauke di pulau Papua. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki wilayah yang cukup luas dengan sumberdaya alam yang melimpah ruah. Menjadi pertanyaan besar bagi kita sekarang adalah sejauhmana luas wilayah dan sumberdaya alam yang melimpah itu digunakan oleh bangsa Indonesia? Bagaimana bangsa Indonesia memperlakukan negaranya?
Sejak wilayah Indonesia dijajah oleh bangsa dari benua Eropa ditambah dengan penjajahan Jepang, wilayah Indonesia mengalami kerusakan akibat eksploitasi besar-besaran yang dilakukan penjajah baik Belanda maupun Jepang melalui perusahan yang bernama VOC dan Bosh Wezen dan beberapa perusahaan pertambangan milik Belanda, yang beroperasi diwilayah Andalas, Borneo, dan Papua. VOC badan usaha milik negara belanda didirikan sebagai perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan yang diberikan hak menopoli hasil perkebunan rakyat pribumi serta diberikan hak mendirikan perkebunan-perkebunan di pulau Jawa, Sumatra dan Sulawesi. Sedangkan perusahaan Bosh Wezen pengelolaan hutan didirikan untuk mensuplai industri perkapalan dan properti di kerajaan Belanda. Perusahaan ini mempunyai hak pengelolaan hutan diwilayah Jawa, Andalas dan Borneo dan Sulawesi serta Papua. Dengan upaya eksplorasi dan eksploitasi besar-besaran yang dilakukan perusahaan tersebut negeri Belanda berharap pendapatannya meningkat.
Pembukaan perkebunan dan pemanfaatan hutan serta pembukaan pertambangan-pertambangan besar dilakukan secara besar-besaran. Perusahaan tersebut didirikan untuk menopang dan mengisih kas kerajaan Belanda sebagai pemilik perusahaan. Kebutuhan energi dan kebutuhan pembangunan di negeri Belanda berbanding lurus dengan kerusakan ekosistem yang ada di wilayah jajahan termasuk Indonesia. Hal yang sama juga terjadi kemiskinan yang semakin meningkat.
Hadirnya perusahaan VOC dan Bosh Wezen dan beberapa perusahaan pertambangan milik Belanda tersebut, ditopang dengan kebijakan raja-raja yang ada di wilayah Indonesia sebagai pemilik wilayah, yang mempermudah masuknya investasi, mempermurah upah buruh bahkan sampai upah gratis (romusa) bagi raja-raja yang kerajaannya sudah tidak mempunyai kedaulatan sebagai kerajaan berdaulat, sebagai akibat kebutuhan pembiayaan kerajaan yang dibantu pembiayaanya oleh pemerintah Belanda. Kebutuhan tersebut banyak tersedot ke pembiayaan peperangan, baik perang saudara maupun perang sesama kerajaan yang bertetangga sebagai akibat politik pecah belah yang dilakukan Belanda. Kondisi tersebut semakin membuat kesengsaraan rakyat bahkan ada yang tewas dalam pembukaan jalur trasportasi dll.
Kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia lambat laun berada dibawah kekuasaan Belanda dan posisi raja merupakan simbol perekat dan mempunyai tugas sebagai mandor atau centeng dalam pemeliharaan keamanan perusahaan yang dimiliki pemerintah Belanda. Sejak eksploitasi berlangsung justru sesuatu yang sungguh sangat ironis terjadi. Jumlah penduduk miskin kian bertambah justru ketika eksplorasi kekayaan berupa hutan, hasil perkebunan, dan tambang itu berlansung.
Gerakan perlawanan untuk melepaskan diri belenggu penjajahan dan ketergantungan dari kerajaan Belanda yang diyakini sebagai biang kerok dari ketertindasan dan kemiskinan dan kebodohan rakyat Indonesia lahir dari kaum muda yang ada di wilayah Indonesia, Mereka bersatu padu menggalang kekuatan untuk mengusir penjajah dan melepaskan ketergantungan dari bangsa-bangsa lain terutama bangsa penjajah Belanda. Berbagai bentuk gerakan perlawanan yang dipelopori oleh Kihajar Dewantoro dan sampai akhirnya rakyat Indonesia menyakatakan kemerdekaaanya tepatnya tanggal 17 Agustus 1945.
Berbagai langkah pengalihan telah dilaksanakan, mulai sistem administrasi, perangkat hukum, pemilihan umum, sampai pada nasionalisasi perusahaan milik penjajah. Hal tersebut dilakukan demi kepentingan rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Seiring dengan perkembangan paham nasionalisme di Indoneisa ternyata paham liberalisme yang dibawa penjajah belum juga hengkang dari bumi Indonesia. Ini dibuktikan dengan munculnya Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia yang selama kepemimpinannya menganut paham idiologi pembangunan, suatu turunan dari idiologi liberalisme yang dianut oleh para penjajah termasuk kerjaan Belanda. Konsep utang luar negeri, pemberian fasilitas yang berlebihan bagi investor luar negeri, serta eksplorasi kekayaan alam merupakan kebijakan yang diambil Soeharto dan pernah di terapkan oleh raja-raja pada masa penjajahan. Transaksi utang atas nama pembangunan telah melanggengkan penderitaan dan bencana dalam kehidupan sehari hari rakyat. Potret pembangunan yang ditopang oleh dana utang selama 30 tahun menghasilkan sebagian besar rakyat Indonesia masih dalam kondisi dan ekonomi yang memprihatinkan
Laporan perkembangan pencapaian tujuan pembagunan milenium (Pebruari 2004) menempatkan sumberdaya manusia Indonesia (IPM) berada di urutan 111 dari 117 negara. Laporan ini menunjukkan tingkat usia pendidikan dasar yang bisa menyelesaikan sebilan tahun pedidikannya hanya 46,8 %. Menurut laporan Bank-Key Indicators 2004 terdapat 38.394.000 orang penduduk Indonesia berada dibawah garis kemiskinan, penduduk Indonesia yang memiliki rumah sebanyak 32,3 %, dan pengagguran berjumlah 9.531.000 orang
Pembayaran utang luar negeri yang dibuat oleh mantan Presiden Soeharto pada saat berkuasa dibebankan kepada rakyat melalui APBN. Setiap saat rakyat harus membayar pajak baik pajak langsung maupun tak langsung demi untuk pemenuhan kebutuhan Anggaran Belanja Negara (APBN), disamping pemerintah juga melakukan pencabutan subsidi terutama subsidi bahan bakar minyak dan gas serta pencabutan subsidi pupuk untuk petani, penjualan aset negara dengan menjual perusahaan-perusahaan vital milik negara, diantaranya bidang energi, komunikasi, perbankan, transportasi dan lainnya. Hingga 2003 setidaknya lebih dari 30 BUMN yang telah diobral asetnya untuk mendapatkan pemasukan sebesar Rp 7,34 triliun dari target penjualan sebesar 8 trilyun. Ditahun 2004, selain PT Bukit Asam Tbk dan Bank Mandiri, terdapat sekitar 15-an BUMN non-Bank yang digadaikan ke ADB sebagai jaminan pinjaman sebesar US$400 juta.
Ekspolitasi sember daya alam secara berlebihan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan ini juga dilakukan agar supaya beban bunga utang luar negeri bisa di lunasi. Sesuatu yang sangat ironis ketika ditemukan fakta bahwa ternyata produksi energi yang dihasilkan dari eksplorasi sumberdaya alam Indonesia berbanding lurus dengan produksi kemiskinan. Jumlah paling tinggi populasi keluarga miskin, kasus pencemaran kingkungan dan pencemaran HAM ditemukan di daerah kaya tambang migas, tempat beroperasinya Trans Nasional Corporation's (dilansir oleh Jaringan Advokasi Tambang JATAM). Di Nangroe Aceh Darussalam dengan 9 perusahaan migas yang beroperasi di sana, termasuk daerah termiskin nomor 4 dengan 28,5% penduduk miskin, jumlah tertinggi terdapat di daerah Aceh Utara. Riau dengan 21 perusahaan migas, termiskin ke 13, dengan populasi miskin sekitar 22,19 % dimana 5 tahun terakhir presentase penduduk miskin terus naik. Padahal sebagaimana mahfum, Riau memasok sekitar 70% minyak produksi Indonesia. Sumatera Selatan dengan 22 perusahaan migas yang beroperasi, terkategori sebagai daerah "terkaya", terutama kawasan Musi Banyuasin, ternyata populasi penduduk miskinnya paling tinggi. Kalimantan Timur dengan 19 perusahaan migas, jumlah penduduk miskin merata di 13 kabupaten, dengan jumlah penduduk termiskin terdapat di Kutai Kertanegara. Termasuk Papua, mrupakan daerah termiskin di Indonesia, sebanyak 38,69% dari populasinya berada dibawah garis kemiskinan.
Indonesia sudah melakukan eksplorasi besar atas kekayaan alamnya, menurut Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), 60% daratan Indonesia habis dibagi untuk konsesi HPH, HTI, perkebunan dan tambang skala besar, belum termasuk tambang migas dan galian C. Sudah 75% cadangan minyak bumi dan 25% cadangan gas bumi dihabiskan. Sedikitnya 1,2 milyar ton tailing telah dihasilkan hanya oleh 6 perusahaan tambang skala besar, lebih dari 3 juta ha hutan dibabat dalam 3 tahun terakhir sampai-sampai laju kerusakan hutan Indonesia adalah 6 kali lapangan bola (300 ha) per detik.
Dengan adanya kondisi tersebut berdampak kepada hilangnya kemerdekaan rakyat Indoensia untuk menentukan nasib sendiri seperti yang terjadi pada zaman penjajahan. Campur tangan pemerintah Australia mengenai Timor-Timur, dan Papua, hilangnya pulau yang direbut negara tetangga sampai kepada intervensi amandemen undang-undang 45 khususnya pasal 33 maupun pembuatan undang-undang seperti, undang-undang minyak dan gas alam, undang-undang privatisasi Air, undang-undang kelistrikan, undang-undang kehutanan, undang-undang kenaga kerjaan, pendidikan, guru, dan lain-lain yang berpihak kepada pelaku bisnis luar negeri ketimbang keberpihakannya kepada pelaku bisnis dalam negeri. Disektor hukum terjadinya intervensi dipengadilan seperti pemberantasan pelakuku terorisme, intervensi peradilan terhadap pengedar dan pemakai narkoba yang berkebangsaan Australia sampai pada embargo persenjatan yang dilkukan oleh Amerika Serikat. Inilah bukti bahwa Indonesia sekarang tidak berdaulat di negerinya sendiri.
Presiden Repubilik Indonesia bersama kepala daerah, walaupun dipilih rakyat akan tetapi sama saja posisi dan fungsinya dengan raja-raja pada zaman penjajahan yang berfungsi sebagai mandor atau centeng-centeng penjajah, dan rakyat Indonesia merupakan budak-budak yang yang harus menghasilkan sesuatu untuk dinikmati oleh bangsa lain melalui libelarisasi perdagangan. Dan yang membedakan Posisi dan fungsi Presiden Repubilik Indonesia bersama kepala daerah dengan raja-raja tempo dahulu adalah raja-raja tempo dulu berbakti dan menjadi mandor atau centeng kepada VOC dan Bosh Wezen dan beberapa perusahaan pertambangan milik Belanda tersebut. Sementara pemerintah Indonesia sekarang berfungsi sebagai mandor atau centeng-centeng dari Dana Monoter Internasional (IMF), Bank dunia, Bank Pembangunan Asia, (ADB), UNDP, OECD, UNICEF, Internasional Found for Agricultural Develomen (AFAD), Internasional Finance Corporation (IFC) dan Consultative group on Indonesia (CGI) yang dulu bernama Inter-Governmental Gruop on Indonesia (IGGI) yang beranggotakan Jepang, USA, Australia, Austria, Belgia, Denmark, Findlandia, Inggris, Italia, Jerman, Canada, Norwegia, Perancis, Selandia Baru, Spanyol, Swedia, Uni Eropa.
Jadi beberapa kebijakan pemerintah yang berparadigma eksploitatif dan sangat kental aroma neoliberalisnya tersebut yang mengakibatkan penderitaan rakyat Indonesia yang miskin ditengah kekayaan sumberdaya alamnya. Rakyat miskin harus pula menanggung efek dari kerusakan lingkungan akibat eksplorasi yang berlebihan. Bahkan yang lebih parah lagi rakyat miskin harus dibebani oleh utang dan bunga utang yang bahkan sama sekali tidak pernah mereka nikmati. Utang hanya dinikamati oleh segelintir orang kemudian beban cicilan utangnya diserahkan kepada rakyat. Pajak yang selalu dibayar oleh rakyat sepenuhnya tidak dapat dikembalikan dan dinikmati rakyat oleh karena anggaran negara (baca:APBN) sebagian telah terkuras untuk pembayaran cicilan utang dan bunga utang kepada debitor. Akhirnya rakyat tidak lagi menadapatkan subsidi kesehatan dan pendidikan yang seharusnya dapat sepenuhnya dinikmati oleh rakyat.
Untuk menyelamatkan kondisi ini, pemerintah bersama dengan rakyat Indonesia harus segera melakukan berbagai macam upaya demi keselamatan bangsa dan negara Republik Indonesia dan paling mendasar yang seharusnya dilakukan adalah, pertama, menolak membayar utang luar negeri karena dinilai menjadi biang kerok dari permasalahan bangsa serta mendorong paradigma pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis pada kearifan lokal (local wisdom) maupun keunikan lokal (local unique). Kedua, dan paling penting adalah dalam rancang bangun negara Repubilk Indonesia ditekankan kepada pembangunan yang mengangkat harkat dan martabat rakyat. Melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang sepenuhnya untuk kedaulatan dan kemakmuran rakyat, jika kita masih ingin disebut negara ber-keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lastly 61 tahun sudah Indonesia merdeka namun dalam perjalannya apakah itu sepenuhnya telah dirasakan oleh seluruh penghuni negeri ini??Semoga dapat menjadi renungan Akhir kata WASSALAM DAN SALAM SETENGAH MERDEKA!!!
By : Buddy
1 comment:
-dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-
Ass
Tanpa berusaha mengurangi rasa hormat pada kanda budy, boleh nggak nanya: paragraf 1 nyampe 17, penyusunan kan?
bolehlah...direkrut Erlangga untuk masuk jadi tim penyusun buku pelajaran bidang studi Sejarah (ada lho lowongannya, mau?) :).
Sip, kalo emang bener penyusunan, kayaknya kalo ke-17 paragraf itu diolah dengan bahasa khas kanda budy, lebih asyik deh dibacanya. Sekali lagi nta ngomong, nta lebih suka ngliat tulisan-tulisan khas kanda budy, kesannya "kanda budy banget githu lho!" :p
Ok, langsung ke bagian penutup. Dan emang itu yang nta kasih porsi lebih saat baca wacana ini.
To the point ya..... sarannya NGGAK KONKRIT!!!
Kalo ntu, semua pun tahu, tapi apa yang perlu kita lakukan awal.......
Mungkin kita perlu membuat dulu apa tujuan yang akan kita capai (sekali lagi) dengan KONKRIT!
Apa yang kanda tuliskan di saran lebih tepat ke tujuan. Nggak ngutang, ntu tujuan kita, itu cita-cita kita.Then, gimana biar bisa tercapai? Pikirkan juga apa aja dampak yang bakalan kita terima.
Mungkin kanda menutup tulisan dengan saran "absurd" itu karena kanda dah menelaah terlebih dulu bagaimana keadaan kita sekarang.
Ada sebuah pengalaman yang nta dapatkan ketika wawancara dengan pak Fauzhil Adhim. inget nggak, pas ntu nta sms dan cerita kalo nta wawancara malah dimarah-marahin (waktu ntu kanda di Jogja).
Kata pak fauzhil Adhim, emang kebanyakan kita itu berpikiran tidak progresif, kita menelaah keadaan kita hingga harus terbawa arus sejarah. Sebenarnya itu pola pikir yang regresif. kita harus optimis....tetapkan dulu apa yang ingin kita capai, baru kita analisa, mumet emang.....waktu ntu aja nta sampe berdebat cukup alot dengan beliau.
Ah...capek ah...disambung ntar aja ya kanda....duitnya abiz nieh!!!!
emangnya cm blog-nya kanda budy aja yg nta kasih komentar? he3x
Jangan lupa komentarin tulisan2 nta ya!!!nta perlu banyak belajar dari kanda, ok?
Afwan bila ada yang kurang berkenan (ih...basa-basi banget!!!pdhl sbnrnya kl ada kata yang "nylekit" ya...itu sengaja...he..he...)
Wassalam
-nta-
-keep Allah in u'r heart-
Post a Comment