Saturday, August 05, 2006

Yang Terserak

Kalau saya berbicara tentang penyatuan antara agama dan ilmu pengetahuan, yang saya maksud bukan kesamaan metode, melainkan persamaan wawasan subyek dan dimensionalitas yang diteliti. Pendekatan agamawi jelas berbeda dengan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah diarahkan ke dunia materi, ke dunia luar, dunia fenomenal dengan cara ekstroversi. Pendekatan agamawi adalah petualangan ke dunia dalam, ke lubuk kesadaran humanistik itu sendiri, ke dunia noumenal, dengan cara introspeksi.

Kedua cara ini tidak kompetitif melainkan komplementer. Hal ini berarti bahwa kedua-duanya harus dilakukan secara berimbang.

Fungsi utma dari filsafat adalah menyatukan segala ilmu yang kita miliki menjadi satu. Karena itu filsafat tidak mengenal pengkotakan (dikotomi) disiplin, tidak mengenal pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan. Kesemuanya ilmu yang kita miliki dicoba dirangkumkan menjadi satu kesatuan yang konsisten.

Hidayat menggunakan istilah eling, yaitu suatu "tingkat kesadaran" dari aktuasi keperiadaan manusiawi. Inti keelingan bukan proses, melainkan hakekat keperiadaan.

Schumacher menyatakan bahwa inti dari kesadaran (eling) itu adalah "self awareness" atau pengenalan diri. Itulah inti ajaran Budhisme yang dianut oleh Schumacher. Alghazali , seorang filosof Islam mengatakan bahwa "mustahil orang yang tidak mengenal dirinya bisa mengenal Allah". Islam selanjutnya mengajarkan bahwa isi dari pengenalan diri adalam iman, taqwa dan tauhid.

Eling sebagai manifestasi tingkat keperibadian (existential state) terjadi dalam proses meditasi atau membiarkan pikiran atau keseluruhan keperiadaannya mencapai suatu keadaan dimana manusia bisa menangkap hakekat maknawi keperiadaannnya: pengenalan diri. Eling itu sendiri meruapakan dasar keperiadaan insani, yang bersumber langsung pada Allah.

Hanya dalam keadaan eling kita bisa memperoleh bimbingan Ilahi secara langsung, kita bisa mengalami sifat Ilahiah, yang tercermin dalam iman, taqwa dan tauhid. Taqwa menunjukkan kualitas iman, yang berarti manusia sadar akan tugas dan kewajibannya; tauhid menunjukkan pada pengalaman batin, pengalaman mengalami sifat-sifat Ilahi. Wallahu'alam


By : Anonim

2 comments:

Shinta ar-djahrie said...

-dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-
Ass
Boleh numpang kasih comment kan? kok yang "Pagi" nggak bisa dikasih komentar kanda?
yo'i tentang "Yang terserak", btw, kok anonim? siapa yang bikin?
great!tulisan khas filsafat!aku suka itu!
Singkat , padat, berisi, dan aku yakin bukan "ngutip".
Nta pernah baca bukunya Jujun S. tentang Hakekat Ilmu. Di situ ada yang menarik sekali untuk ditekankan berkaitan dengan " Agama & Ilmu Pengetahuan". Yang pasti beda agama dan ilmu, adalah bahwa di agama, maka kita harus meyakininya dulu baru nanti proses yang kita lalui akan menjadikan keyakinan kita berkurang or bertambah. Sedangkan Ilmu, kita telaah dulu baru kita yakini.
Ok, nta terpincut banget dengan diksi "eling". Setuju banget.
Jadi inget kata-kata kanda budy di sebuah postingan "Merenung bagai gunung, bergerak laksana ombak, menawan bagai awan".
Salah satu makna dari merenung itu kan bahwa kita juga perlu mengalokasikan waktu untuk ta'aruf dengan diri dan pikiran kita untuk dapat lebih taqarubAllalah.
Ok, segitu dulu
satu yang mengganjal : komputernya lg error ya? kok bnyak ejaan yang salah ketik?
trus kata "keperiadaannya"...emang bener ya begitu ejaannya? :p
afwan kalo ada yang kurang berkenan, maklum masih anak kecil yang lagi belajar! :p
Wassalam

-nta-
-keep Allah in u'r heart-

Shinta ar-djahrie said...

-dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-
Ass
Boleh numpang kasih comment kan? kok yang "Pagi" nggak bisa dikasih komentar kanda?
yo'i tentang "Yang terserak", btw, kok anonim? siapa yang bikin?
great!tulisan khas filsafat!aku suka itu!
Singkat , padat, berisi, dan aku yakin bukan "ngutip".
Nta pernah baca bukunya Jujun S. tentang Hakekat Ilmu. Di situ ada yang menarik sekali untuk ditekankan berkaitan dengan " Agama & Ilmu Pengetahuan". Yang pasti beda agama dan ilmu, adalah bahwa di agama, maka kita harus meyakininya dulu baru nanti proses yang kita lalui akan menjadikan keyakinan kita berkurang or bertambah. Sedangkan Ilmu, kita telaah dulu baru kita yakini.
Ok, nta terpincut banget dengan diksi "eling". Setuju banget.
Jadi inget kata-kata kanda budy di sebuah postingan "Merenung bagai gunung, bergerak laksana ombak, menawan bagai awan".
Salah satu makna dari merenung itu kan bahwa kita juga perlu mengalokasikan waktu untuk ta'aruf dengan diri dan pikiran kita untuk dapat lebih taqarubAllalah.
Ok, segitu dulu
satu yang mengganjal : komputernya lg error ya? kok bnyak ejaan yang salah ketik?
trus kata "keperiadaannya"...emang bener ya begitu ejaannya? :p
afwan kalo ada yang kurang berkenan, maklum masih anak kecil yang lagi belajar! :p
Wassalam

-nta-
-keep Allah in u'r heart-