Friday, May 05, 2006

Pemikiran Islam: Menjemput Renaissans Ketiga

Prawacana; Sebuah Sketsa Biografis

Sejarah itu mengandung penalaran kritis (nazhar)
dan usaha mencari kebenaran (tahqiq).

(Ibnu Khaldun)

Sebuah komunitas Intelektual muda mencoba untuk mengada (dasein) di tengah-tengah episteme (cara melihat realitas) dan wacana (cara membicarakan realitas) 'baru' dalam setting pemikiran Islam serta dalam kancah percaturan intelektual di HMI.

Wacana; Napak Tilas Kebangkitan Menuju Renaisans Ketiga

"Aku Protes terhadap Eropa dan daya tarik Barat
Celakalah Eropa dan pesonanya
Segera tawan, dan lucuti senjata Gerombolan Eropa dengan bara dan api
Pencilkan dari pergaulan dunia
Hai Arsitek Tempat-tempat suci
Dunia menunggu pembangunan kembali
Bangunlah
Bangunlah dari tidur lelap
Bangunlah dari lena sekejap"

(Muhammad Iqbal)

Inisiasi kebangkitan di masa depan selalu diiringi oleh memori kolektif tentang kejayaan di masa lalu. Bukan untuk bernostalgia, melainkan untuk cermin (ibrah) dan spirit (ghirah) untuk terus melecut kreativitas-prestatif menjemput fajar kebangkitan yang dijanjikan. Karena kemajuan bukan melulu berorientasi pada firdaus masa silam, melainkan pergulatan pada realitas kekinian dengan horizon kemasadepanan. Struktur triadik inilah; firdaus masa silam, realitas kekinian dan kearifan masa depan harus terus dipertautkan. Namun begitu masa lalu bukanlah untuk dilanggengkan, tetapi untuk direkonstruksi; masa depan bukan untuk dilamunkan, tetapi untuk dipersiapkan; dan masa kini tidak mungkin dikembalikan ke masa lalu atau diajukan ke masa depan, tetapi merupakan tempat persemaian ketiga medan perlawanan sebagaimana yang dinyatakan Hassan Hanafi, yaitu kritis terhadap tradisi lama, kritis terhadap Barat dan kritis terhadap realitas kita dengan mengubah dan mengembangkannya, bukan malah menjauhinya. Ingatlah bahwa hantu gentayangan yang menggelayuti umat Islam sekarang bukanlah hantu komunisme maupun hantu fasisme, tapi suatu momok baru yang lebih menakutkan yaitu impotensi Islam di tengah kapitalisme para penganutnya.

Seruan Iqbal dalam sebuah wacananya adalah obor pergulatan kekinian dengan horizon kemasadepanan yang harus sudah matang dipersiapkan dalam 'mazhab gerak' kita. Kita memang perlu berguru kepada Iqbal dalam sikap optimisme terhadap kejayaan umat Islam di masa yang akan datang. Ia bercita-cita membangun kembali Islam dengan kejayaan dan kesederhanaannya sambil menghadapi tantangan dari ilmu pengetahuan modern dan filsafat. Ilmu pengetahuan dan filsafat modern hanyalah perluasan dari kebudayaan Islam. Saat ini Barat meminjam prinsip-prinsip petunjuk Islam untuk kepentingan intelektual dan ilmu pengetahuan mereka, sehingga kita selalu mempertanyakan, kenapa kita harus mengambil petunjuk dari Barat? Seharusnya umat Islam haruslah setia dan bertanggung jawab pada jiwa ajaran Islam, yang menurutnya "paling berkembang, paling ilmiah, dan yang paling alami dibandingkan Ilmu-ilmu yang lain di dunia."

Kadang kala umat Islam sendiri jarang memikirkan mengapa saat ini umat Islam tidak termotivasi dan terinspirasi oleh semangat perubahan ilmuwan Islam pada masa lalu. Dimana ilmuwan Islam pada waktu itu selain melakukan koreksi-kritis terhadap dominasi trend filsafat Yunani. Seharusnya kita menggali dan mengapresiasi peradaban gemilang umat Islam ini dan bukan larut dan terpesona pada penelitian dan studi pemikiran ilmuwan-ilmuwan Barat yang sebenarnya mereka pada awalnya mencontek dari pemikiran Islam, karena orang Islam yang terlebih dahulu mempelajarinya. Walaupun dengan pongahnya Barat kemudian meremehkan dan mencibir konstribusi umat Islam pada kemajuan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Iqbal mencoba menawarkan solusi terhadap bagaimana caranya membangkitkan kembali keinginan belajar pada umat Islam? Ia nampaknya sudah menyusun sebuah program, dimana langkah awalnya adalah mengidentifikasi karya asli para ilmuwan Islam baru kemudian menyebarkan jiwa murni Islam dalam pemikiran religius-filsafat Islam pada orang Islam itu sendiri. Untuk tujuan ini Iqbal menggambarkan kebutuhan pendidikan dan pelatihan generasi muda Islam dalam bidang filsafat Islam, sejarah Islam, teologi Islam dan yurisprudensi Islam seperti halnya dalam pemikiran Barat modern. Generasi muda ini harus menguasai dan terspesialisasi dalam studi tentang pemikiran Yunani, Islam dan Barat.

Menjemput renaissans ketiga, yang tiada lain adalah sebuah optimisme yang sudah seharusnya kita miliki sebagai kader HMI dan umat Islam pada umumnya. Semangat ini harus menjadi obor yang tak pernah redup dipancangkan dalam setiap "mazhab gerak." Istilah renaissans biasanya dirujukkan kepada perhatian terhadap khazanah intelektual Yunani yang dianggap sebagai biangnya pemikiran rasional-filosofis. Sehingga renaissans pertama harus diidentifikasikan kepada renaissans Islam yang ditandai oleh maraknya penterjemahan warisan klasik Yunani pada abad ke-9 dan awal abad ke-10 atau abad ke-3 dan ke-4 Hijriah. Proses penterjemahan ini pada gilirannya menjadi bahan dasar (raw material) bagi pembentukan sintesis-sintesis agung yang dilakukan oleh Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan Mulla Shadra. Renaisans kedua adalah renaisans Barat pada abad ke-14 hingga abad ke-16, dimana ribuan karya-karya besar ilmiah dan filosofis muslim diterjemahkan secara besar-besaran sehingga memicu dan mengilhami Renaissans di Eropa. Seandainya Eropa dulu tidak berkiblat ke Islam maka terjadinya revolusi ilmiah yang sekarang menandai peradaban Barat modern tak mungkin akan pernah terbayangkan. Dan Renaissans ketiga, setelah Arab dan Eropa tentunya kita berharap akan terbit di negeri kita ini dan kader HMI harus menjadi pelopornya, sebagaimana telah diramalkan oleh mendiang Fazlur Rahman, bahwa kebangkitan Islam pada masa mendatang akan muncul bukan di dunia Arab, melainkan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia. Dan kemungkinan untuk meraih Renaisans ketiga ini sangatlah besar, mengingat tersedianya khazanah intelektual Islam yang sangat luas dan terbentangnya pemikiran ilmiah dan filosofis Barat di hadapan kita. Satu hal yang perlu kita ingat bahwa peluang emas ini tidak bisa terjadi hanya dengan sikap menunggu saja, melainkan harus dijemput, karena kalau tidak kita mungkin akan kehilangan peluang emas ini untuk selama-lamanya.

Laksana; Tadarus Atlas Pemikiran dan Epistemologi Islam

"Aku ada karena aku bergerak
bila kuberhenti aku pun mati"
"Manusia adalah ombak yang selalu bergerak,
ia bukanlah pantai yang selalu diam"

(Muhammad Iqbal)

Dengan sederet narasi di atas maka kita dalam alam kesadaran akan kekinian dengan menelaah berbagai metodologi dan pemikiran Islam kontemporer. Adapun epistemologi Islam ini didasarkan pada pemikiran bahwa paradigma keilmuan kita sekarang adalah paradigma tahafut (incoherence). Paradigma keilmuan Barat yang mencekoki kita dibangun di atas simpton paradigma keilmuan tahafut al-falasifah. Demikian juga tradisi keilmuan dunia Islam sekarang disinyalir sebagai ikon dari tahafut a-tahafut. Diagnosa tahafut ini ternyata bersumber dari anthrax pikiran atau HIV (Human Intelligence Virus) yang menimbulkan AIDS (Acquired Intelligence Deficiency Syndrome) akibat dari sekularisme dan saintisme yang menjadikan kacamata empirisme sebagai kacamata penjelas universal atas realitas wujud.

Dari kenyataan di atas, tentu saja kita memerlukan terapi epistemologis menuju keselarasan pengamatan empiris, pemikiran rasional, dan pengalaman spiritual, ketiganya memiliki kesepaduan paradigmatik dalam dua ranah; teoretis dan praktis. Kesepaduan teoretis menyatukan al-ilm, al-hikmah, al-kitab atau sains-filsafat-agama (QS. An-Nisa':113). Sedangkan kesepaduan praktis adalah al-kitab, al-huda dan al-ilm atau agama-etika-teknologi (QS. Luqman:20). Dengan kajian intensif dan tematis tentu kita akan menguak selubung epistemologis yang bisa membukakan selimut kalbu (almuzammil) dan kerudung akal (al-Muddatsir) menuju kebangkitan (al-Qiyamat) atau Renaisans ketiga?

Problema; Sebuah "Mazhab Gerak" yang Terlelap

"Tanda seorang kafir adalah ia larut dalam cakrawala dan tanda seorang mukmin adalah bahwa cakrawala larut dalam dirinya"

(Muhammad Iqbal)

Postwacana; Secercah Asa yang Membentang

"Saya persembahkan tulisan ini
untuk setiap orang yang mau berubah,
lalu bergerak, melompat dan menciptakan hal-hal baru"

(Hassan Hanafi)

Penutup

Lipatan totalitas wacana di atas menyiratkan pada pembangunan epistemologi yang holistik. Yang menjadi pertanyaan dalam tulisan ini, sanggupkah umat Islam merebut Reanaisans ketiga? Hanya umat Islam sendirilah yang dapat menjawab tantangan tesebut. Dus, wacana yang bisa menjadi lembaran berikutnya adalah persentuhan agama yang merupakan tonggak peradaban masa lalu dengan sains yang merupakan tonggak dan lokomotif peradaban modern. Demikian juga perlu ditumbuhkembangkan kajian-kajian multidisipliner sehingga sains tidak menjebak dirinya pada parsialitas realitas, namun merupakan bangunan holistik-dialogis antar wilayah kebudayaan dan peradaban manusia; misalnya, dialog antar filsafat dan sains, filsafat, agama dan sains, fislafat dan kebudayaan kontemporer dan sebagainya. Wallahu 'alam Bish Shawab.

By : Buddy

No comments: