Friday, July 28, 2006

GELOMBANG REZEKI

Sebagai makhluk berakal yang dilebihkan Allah dari makhluk lainnya, manusia diwajibkan untuk mencari rezeki yang tersebar di segenap penjuru alam semesta. Hal ini dikarenakan, rezeki tiap makhluk sudah ditetapkan oleh Sang Maha Pemurah, hanya saja hal ini merupakan perkara gaib, dimana tiada satu makhlukpun yang mengetahuinya. Allah SWT berfirman dalam QS Hud [11] ayat 6: "Dan tidak suatu binatang melata (makhluk) pun di bumi melainkan Allah -lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (lauh mahfuzh)."

Ingat, semuanya telah ditetapkan oleh Allah SWT, sebagai suatu takdir yang harus dan akan dijalani setiap makhluk. Namun, karena hal ini merupaka perkara gaib, manusia tetap diharuskan mencari nafkah dengan cara yang baik dan halal. Janganlah bersikap pasrah karena sudah ditakdirkan dan diatur oleh Allah, jangan pula meng-klaim bahwa rezeki yang didapatkan adalah hasil jerih payah kita semata, karena tanpa ijin Allah, rezeki tsb. tidak akan kita dapatkan.

Kekayaan Kaum Kafir

Diakui ataupun tidak, saat ini, dalam kehidupan sehari-hari kaum kafir lebih sukses dibandingkan dengan kaum Muslim. Umat Islam diidentikkan dengan kebodohan, kemiskinan dan terorisme. Hal ini memang dikondisikan oleh kaum orientalis dan missionaries agar Agama Islam yang makin terlihat pembuktian dan kebenarannya, di sisi lain semakin terpuruk. Apakah hal ini merupakan isyarat dari Allah seperti yang termaktub dalam QS: Al-Baqarah [2] ayat 212: "Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang - orang kafir , dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman . Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat . Dan Allah memberi rezeki kepada orang- orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas ."


Perhatikan! Bukan hanya alam semesta yang luasnya tanpa batas, rezekipun bisa tanpa batas jika Allah Menghendakinya! Dalam keadaan bagaimanakah Allah akan memberi rezeki yang tanpa batas tersebut? Sementara dengan kondisi umat Islam yang diibaratkan Rasulullah saw seperti "hidangan di atas meja makan", seakan-akan hanya penderitaan dan siksaan yang diterima Umat Islam dari Umat lainnya.

Apakah ini sama seperti yang digambarkan Umat Nasrani ketika Yesus disiksa ia berucap: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkanku?" Samakah kondisi ini dengan keadaan Kaum Muslim sekarang? Jawabannya adalah: TIDAK! "Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu." Demikian firman Allah dalam QS Ad-Dhuha [93] ayat 3. Jika demikian, mungkin sikap dan cara Umat Islam dalam mencari rezeki yang kurang tepat, atau pendefinisian rezeki yang kurang tepat, karena rezeki selalu diartikan dengan harta kekayaan.

Ruang Batas Rezeki

Pengertian rezeki inilah yang harus kita perluas, agar setiap saat selalu bersyukur dan bersyukur pada Allah SWT. Rezeki bisa berwujud macam-macam, diantaranya: penciptaan kita dalam bentuk manusia adalah rezeki, keberfungsian akal secara normal adalah rezeki, keimanan dan keislaman adalah rezeki, sehat, hujan, kemarau, pasangan hidup, ilmu yang bermanfaat, saudara seiman, langit dan bumi, dll adalah berbagai macam wujud rezeki yang terkadang kita ingkari rasa syukurnya terhadap Ilahi. "Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukan (pula) bagimu sungai - sungai." (QS:Ibrahim[14]:32)

Apabila pengertian rezeki sedemikian luasnya, kenapa kita mempersempitnya hanya sebatas kekayaan saja? Bayangkanlah sejenak, apa yang akan terjadi apabila Allah Yang Maha Kuasa menciptakan kita dalam wujud binatang, kambing misalnya. Akankah kita menikmati rezeki Allah yang lainnya sebagaimana kita yang sekarang ini tercipta sebagai manusia? Tapi manusia adalah manusia yang selalu bertanya dan sangat sulit untuk bersyukur seperti yang disindir Allah dalam QS Ar-Rahman dengan pertanyaan: "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" pertanyaan ini diulang sebanyak 30 kali!! Hal ini menandakan bahwa kita memang sangat sering mendustakan nikmat yang ada dan diberikan Allah SWT.

Memang, dalam kenyataannya sebagian manusia mempunyai rezeki yang cukup bahkan berlebih dibandingkan dengan manusia yang lainnya, tapi inipun merupakan gemblengan yang harus diterima manusia agar ia menjadi lebih kuat dan lebih matang dalam menghadapi hidup. "Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan rezeki itu, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman." (QS:Ar-Rum[30]:37)

Berbagi Derita

Terdapat suatu ungkapan yang mengatakan bahwa "beban pikiran akan terasa ringan jika seseorang menceritakannya pada orang lain", entah itu saudara, teman, psikiater, dll. Terlebih jika beban itu berbentuk masalah berat yang belum terpecahkan. Inilah yang kerap terjadi dalam kehidupan, dimana orang lebih senang curhat pada sesamanya. Atau apabila ia curhat Pada Sang Maha Pencipta, biasanya dilakukan pada saat yang benar-benar susah dan ia tidak mampu lagi menanggungnya. Perhatikan Firman Allah SWT dalam QS 7 (Al-A’raf) :131 “Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata :"Ini adalah karena (usaha) kami " . dan jika mereka ditimpa kesusahan mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang - orang yang besertanya. Ketahuilah , sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah , akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui."

Sekali lagi perhatikan dan simak baik-baik ayat di atas, karena sejarah akan berulang, berotasi, dan kembali lagi, sebagaimana akar kata sejarah yang berasal dari sajarotun – sajaroh yang berarti pohon. Jika dulu dialami oleh Umat Nabi Musa, maka bukanlah suatu hal yang mustahil jika hal di atas akan dialami oleh Umat Nabi Muhammad SAW. Sampai detik inipun, orang-orang, entah dengan cara ngobrol langsung, lewat surat, e-mail, sms, dll. cenderung berbagi cerita dalam hal duka derita. Agar lebih mendapat simpati, deritanya terkadang didramatisir, seolah-olah ia adalah makhluk yang paling menderita di seantero jagat ini. Bahkan yang lebih naïf lagi adalah, menimpakan kedukaan itu dengan menunjuk pada orang atau sekelompok orang, istilah lainnya mencari kambing hitam.

Derita yang paling mudah dibagi adalah yang berkaitan dengan rezeki, apapun bentuknya. Jika berkaitan dengan cita-cita, harapan atau angan-angan manusia, secara mayoritas mungkin menginginkan kehidupan yang aman, nyaman dan berlimpah kekayaan. Namun, mengapa hal tersebut tidak semuanya terwujud, padahal manusia selalu berdoa pada Allah Yang Maha Kaya? Dalam QS: 42 (Asy-Syura):27 Allah berfirman: "Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba- Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki - Nya dengan ukuran . Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba- Nya Lagi Maha Melihat."

Sesuai dengan ukuran, itulah kata kunci dalam hal rezeki. Dalam bahasa Sundanya adalah nalipak maneh atau bisa mengukur keadaan diri sendiri. Allah Maha Mengetahui seberapa mampu kita dalam mengusung amanah rezeki, entah itu sehat, ketampanan/kecantikan, kekayaan, jodoh, dll. Apabila dalam pandangan Allah Yang Maha Melihat kita dianggap belum/tidak mampu menjaga amanat tersebut, maka meskipun semua umat manusia mendukung usaha kita, nisaya apa yang kita usahakan tidak akan tercapai. Hal ini ditakdirkan Allah, semata-mata demi kebaikan manusia sendiri. Sudah banyak contoh manusia yang dilapangkan rezekinya, lalu takabur dan melampaui batas, seperti: Qarun, Fir'uan, atau bangsa Ya’juz Ma'juz. Hingga akhirnya mereka dibinasakan oleh Allah SWT.

Berbagi Suka

Keseimbangan dari berbagi duka adalah berbagi suka cita. "Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (untuk bersyukur)." QS:93 (Ad-Dhuha):11. Demikian bunyi ayat yang terkadang kita khilaf untuk mengaplikasikannya. Makna kata dari hendaklah kamu menyebut-nyebutnya bisa diungkapkan dalam kalimat hamdallah atau bahkan memberitahukan hal tersebut pada keluarga dan teman-teman di sekitar kita. Contohnya: jika kita mendapat Mega Proyek, tanpa bermaksud takabur dan riya, tidak ada salahnya, kita menceritakan kejadian ini pada orang lain. Mudah-mudahan rezeki yang kita dapatkan menjadi berkah dan hal ini bisa memicu semangat bekerja dan berkarya bagi yang mendengarnya.

Memang, jika kurang kurang pandai dalam menjaga, pengungkapan keberhasilan akan mendatangkan rasa ujub, bangga, riya atau bahkan takabur. Untuk itulah, diperlukan bingkai keimanan dan keikhlasan, agar kita tidak terjerumus ke dalam lembah ujub, bangga, riya dan takabur. Saat ini, berbagai sarana bisa dijadikan alat untuk pengungkapan keberhasilan, baik melalui buku, seminar atau talk show di televisi. Diharapkan, dengan melihat keberhasilan orang lain, kita akan berkata "Jika orang lain bisa sukses, insya Allah saya pun bisa!" dan hal ini akan kita lakukan dalam rangka berlomba-lomba dalam kebajikan.

Perputaran Rezeki

Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa kehidupan manusia di dunia ini adalah ibarat orang yang sedang dalam perjalanan, lalu berteduh sejenak di tempat yang bernama dunia. Jika kehidupan yang kita miliki saja hanya sejenak, apalah pula artinya harta kekayaan? Sebagian orang tidak ragu untuk melakukan segala cara untuk mencari kekayaan, termasuk berbuat syirik pada Allah SWT. Naudzubillahi min dzalik!

"Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ? " QS:16(An-Nahl):72 Nikmat Allah memang tak terhingga, termasuk diantaranya adalah pasangan hidup dan keturunan. Apabila direnungkan, mungkinkah ke-2 hal ini akan bertahan? Bagaimana jika suatu saat Allah Yang Maha Kuasa mentakdirkan perceraian suami/istri kita atau kematian pada anak kita? Apa yang akan kita lakukan? Sebagai orang yang beriman, tentu kita akan sabar dan tawakal, meski kedua kata ini mudah untuk diucapkan tapi sulit untuk diaplikasikan.
Rezeki yang kita nikmati saat ini, sebetulnya hanya mampir. Kita hanya menjadi perantara dari berbagai macam rezeki yang diberikan oleh Allah SWT, misalkan ketampanan/kecantikan, berapa lama sih wajah tersebut akan bertahan? 5 tahun? 10 tahun? 60 tahun? Pada akhirnya semua akan kembali pada titik nol. Artinya, jika pada mulanya manusia tidak hadir di alam semesta ini, maka jika "masa berlabuhnya" di alam ini sudah habis, maka ia akan berpindah pada level selanjutnya, yaitu berpindah ke alam barzah, yang selanjutnya akan kembali "bersatu" dengan Allah SWT.

Jika usia manusia jaman sekarang rata-rata hanya puluhan tahun, bagaimanakah cara untuk mempermudah rezeki dan memperpanjang usia? Diriwayatkan daripada Anas bin Malik r.a katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: "Barangsiapa yang menginginkan rezekinya dimudahkan dan usianya dipanjangkan, maka hendaklah dia menyambung silaturrahim". Inilah resep jitu dari Rasulullah saw. Mengapa dengan silaturahmi bisa berpengaruh pada rezeki dan usia?

Jika kita analisa, sabda Rasulullah saw benar adanya, istilah keren untuk jaman sekarang silaturahmi = jaringan = net, entah itu network, internet, intanet, dll. Bahkan seorang Robert T. Kyosaki menyatakan pada orang-orang untuk ikut dalam bisnis MLM (Multi Level Marketing) bukan untuk memburu barang/produk atau bonus uang, bukan! Tapi yang ia sarankan adalah agar kita bisa memperoleh ilmu tentang pembelajaran bisnis dan membuat network. Kembali lagi hal ini pada jaringan = silaturahmi.

Tapi pengertian silaturahmi jauh lebih luas dari jaringan, karena silaturahmi dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan yang harus dijalin oleh seorang Muslim bahkan untuk seseorang/sesuatu yang belum/tidak kita ketahui. Inilah yang termaktub dalam firman Aallah SWT: "Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk ( menjadi ) rahmat bagi semesta alam." (QS:Al-Anbia [21]:107). Seorang ilmuwan Jepang menyatakan bahwa garis tengah alam semesta adalah 30 Milyar tahun cahaya, Subhanallah… Sementara kecepatan cahaya adalah 300.000 km/detik. Inilah daerah yang harus dirahmati oleh Rasulullah dan oleh kita sebagai umatnya. Sementara di alam semesta ini terlingkup berbagai makhluk hidup, mulai dari malaikat, manusia, jin, hewan, tumbuhan dan benda mati lainnya.

Sungguh, jika kita menerapkan silaturahmi minimal terhadap 40 rumah tetangga di sekitar kita, maka rezeki akan bertambah. Hal ini pasti dan dijamin oleh Rasulullah! Meski tentu saja secara kongkritnya harus didukung oleh usaha, ikhtiar dan doa. Tapi, jika kita memutuskan tali silaturahmi terhadap manusia, apalagi bagi saudara seiman lebih dari 3 hari, selain rezeki dan umur berkurang hal lainnya adalah kita terkena HUKUM HARAM (berdosa). Kadang-kadang ada orang yang merasa gengsi untuk meminta maaf karena rasa senioritas, ilmunya lebih tinggi, kekayaannya lebih banyak. Padahal apalah artinya kita yang bagaikan super debu di alam semesta ini? Hilangkanlah gengsi dan marilah saling memaafkan dan jalin kembali silaturahmi agar rahmat ajaran Islam bisa tersebar ke penjuru semesta ini!

Takut Miskin

Tidak jarang pemutusan silaturahmi didasarkan pada perebutan rezeki, hal ini disindir oleh Allah SWT: "Dan janganlah kamu membunuh anak - anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar." (QS: Al-Isra [17]:31). Anak dalam ayat ini bisa ditafsirkan sebagai anak secara biologis, anak buah atau anak perusahaan. Jadi, kenapa kita harus "membunuh karakter" anak yang berpotensi untuk mengembangkan dirinya? Mengapa pula aksesnya kita tutup dan disabotase agar hidupnya sengsara? Bacalah berulang-ulang ayat di atas, jika memng kita masih merasa sebagai umat Islam dan masih mengakui Al-Qur'an sebagai firman Allah SWT. REZEKI MAKHLUK HIDUP SUDAH DIJAMIN OLEH ALLAH SWT !!

Oleh karenanya mulai detik ini, hilangkanlah gengsi dan turunkan ego kita kembali menjalin silaturahmi pada saudara, teman, rekan kerja, tetangga dan semua orang. Mulailah dengan kata MAAF, yang sebenarnya tidak harus kita beli dan tidak ada orang yang menjadi hina dengan memberi dan meminta maaf. Mudah-mudahan dengan silaturahmi, maka jaringan bisnis kita akan berkembang dan semakin membaik. Hingga ketakutan akan kondisi miskin dapat dihindarkan sejauh mungkin. Amiin.

Rezeki dan Ibadah


Kadang pula seseorang mengaitkan ibadah yang telah dilakukannya dengan rezeki yang akan ia dapatkan, akibatnya bukan rasa syukur yang ia dapatkan tapi malah omelan yang dilontarkannya. "Mengapa Allah menjadikan saya miskin, sakit, bodoh dan bertampang jelek? Padahal ibadah saya sangat bagus?" Betulkah ada garis lurus yang menghubungkan antara ibadah dengan rezeki? Malahan menurut pandangan manusia justru mayoritas Umat Islam pada saat ini berada di bawah garis kemiskinan.

Katakanlah : "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan , maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang sebaik – baiknya. (QS: Saba [34]:39). Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa pengaturan rezeki adalah Hak Mutlak dari Allah SWT dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan ibadah manusia. Karena ibadah adalah kewajiban utama dan pertama dari penciptaan manusia, sedangkan rezeki adalah faktor pendukungnya saja. Bahkan yang wajibkan adalah apabila kita sedang berusaha mencari rezeki, lalu waktu ibadah tiba, kita harus meninggalkannya dulu. Setelah selesai beribadah, maka kita bisa kembali mencari rezeki. "Hai orang - orang yang beriman , apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari jumat, maka bersegeralah kamu pada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli . Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui . Apabila telah ditunaikan sembahyang , maka bersabarlah kamu di muka bumi ; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak - banyak supaya kamu beruntung ." (QS:Al-Jumu'ah [62]:9-10)

Katakanlah : "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi atau siapakah yang kuasa ( menciptakan ) pendengaran dan penglihatan , dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan ? Maka mereka akan menjawab :"Allah". Maka katakanlah : " mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya) ? (QS: Yunus [10]:31)



By : Dedi Misbah

No comments: