Tuesday, March 14, 2006

Pornografi Bukan Seni

Apakah pornografi itu sebuah seni..? Bagiku tidak. Seni melahirkan karya yang bernilai estetika, keindahan yang bisa diresapi dengan pengalaman jiwa. Sedangkan, pornografi tidak mengarah ke kesana. Pornografi lebih dekat dengan penggambaran hasrat, gejolak syahwat. Tidak melahirkan kedalaman estetika. Dilihat dari asal katanya pun memperlihatkan demikian, dalam bahasa Yunani kuno, pornografi berasal dari kata porne yang berarti "pelacur". Hal ini menunjukkan bahwa dalam arti bahasanya saja, tidak menunjukkan sebuah nilai yang tinggi, tetapi merujuk kepada selera yang rendah (kitsch). Sedangkan, dalam pengertian keseharian kita, pornografi biasanya dikaitkan dengan gambar-gambar telanjang atau setengah telanjang. Dimana letak seninya..? saya belum menemukan.
Saat ini, perusahaan media telah berlindung atas nama seni. Mereka telah berhasil melakukan aktivitas yang dalam bahasa kaum posmodern disebut "Komoditas Estetika". Menjadikan sesuatu yang pada dasarnya bukan seni, tetapi dibuat seolah-olah menjadi seni, itu semua berujung pada keuntungan material (uang). Wajah nyatanya, mereka memproduksi tabloid-tabloid yang berisi gambar-gambar wanita telanjang. Bagi yang tertarik disiplin "Cultural Studies", sepertinya, mengkaji fenomena itu sangat mengasyikkan ditambah daya pikat semiotika sebagai pisau penjelasnya. Silakan mencobanya kalau punya banyak waktu.
Tapi, ada satu hal yang lebih mendesak yaitu pertarungan ide-ide dan batasan pornografi. Kita harus memangkan wacana ini sebelum mendesakkannya melalui jalur hukum. Saya percaya, solusi terbaik dari masalah pornografi ini adalah payung hukum. Perjuangan melalui jalur ini sepertinya lebih efektif dibandingkan kita harus merazia setiap hari tabloid dan majalah porno yang sudah terlanjur beredar dipasaran. Akan menguras energi bukan !. Makanya, payung hukumlah solusinya. Kampanye tolak media porno tetap perlu, tapi solusi hukum tak kalah pentingnya.
Kini, RUU Anti Pornografi yang sedang digodok di Senayan. Ini menjadi momentum kita untuk berjuang. Bagi yang diluar sistem, silakan melakukan aksi aksi menentang pornografi, menulis di media massa agar opini mengarah ke penegasan tolak segala bentuk pornografi. Tapi, bagi yang dekat dengan kekuasaan, alangkah baiknya kalau duduk bersama dengan anggota dewan untuk membahas tentang batasan-batasan pornografi agar cepat terealisasi menjadi Undang-Undang. Harapannya bisa menjadi payung hukum untuk menindak tegas industri media yang jelas-jelas memproduksi dan menyebarkan media porno. Selamat berjuang yach ^_^.

No comments: