Sunday, April 02, 2006

Peran Profetis

Eksistensi Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan semakin ditantang untuk menunjukkan dinamika dan progresivitasnya. Era reformasi adalah sebuah kenyataan dimana kekuatan-kekuatan kritis tidak lagi bisa diklaim menjadi milik atau trade mark orang atau kelompok tertentu. Mulai dari kalangan eksekutif sampai pada lapisan masyarakat paling bawah kekritisan telah menjadi fenomena nyata. Kalau dalam era Orde baru, kekritisan itu dapat disebut 'barang langka' dan mahal kini menjadi barang murah dan dijejal dimana-mana. Bagi elemen yang terbiasa menjadikan trade mark kekritisan sebagai kekuatan pendobrak status quo kedzaliman dan atau simbol lokomotif perubahan seolah-olah harus terpaksa mengaca diri untuk tidak hanya mampu tampil dengan model dan style seperti itu.

Kini tantangan yang dihadapi justru bukan karena kita bersama bersuara dengan nada kritis ataukah karena menggunakan jargon perlawanan dan perjuangan yang serupa tetapi lebih jauh justru mampu menunjukkan keunggulan-keunggulan dalam berbagai persfektifnya. Reformasi tidak lagi dapat diklaim oleh pihak yang mendorong karena telah menjadi milik dan barang semua orang. Reformasi tidak dapat lagi dipandang hanya dapat dikendalikan oleh pihak reformis karena pihak yang tidak reformis pun lebih lantang menyuarakan reformasi dari sang reformis itu sendiri.

Ada semacam keraguan yang memunculkan pertanyaan bahwa, " Akankah sesuatu yang baik dan sempurna dapat diperoleh dengan setengah hati termasuk reformasi yang -katanya-- lagi digulirkan?" Pertanyaan tersebut memberi indikasi bahwa reformasi tidak dilaksanakan dengan serius. Kalau agenda tersebut dilakukan dengan serius, kenapa kemudian reformasi itu tidak memberi perubahan yang signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Seolah-olah rada ragu itu merupakan jawaban yang spontan atas ketidak berhasilan reformasi. Kalau reformasi dipahamami sebagai pergantian struktur, boleh dikatakan sebagaian, ya. Tetapi reformasi dipandang sebagai sesuatu yang signifikan bagi rakyat dan terbentuknya clean goverment menjadi sesuatu yang dipertanyakan. Hal ini sebagai indikasi bahwa terbentuk watak masyarakat yang bersih, tegaknya supremasi hukum, stabilnya perekonomian yang bersendikan keadilan distributif semakin menguatkan pertanyaan dan keraguan akan gerakan reformasi. Bahkan sekian lagi pertanyaan lain tentang reformasi belum terjawab.

Berkenaan dengan hal ini ada kecenderungan untuk mengkristalkan pilahan antara menjadi pemain yang masih berharap pada sistem yang demikian atau justru harus melakukan tindakan yang memang dipandang sebagai penciptaan sistem alternatif secara fundamental -alias revolusi. Kesan yang selalu ditangkap dari revolusi adalah konflik fisik-kebrutalan dan juga dapat bermakna penghapusan kekuatan lama atau sebelumnya. Akan tetapi revolusi yang dimaksud tidak sekedar itu tetapi revolusi yang yang disiapkan dan dinanti, revolusi yang mengkristal menjadi watak dan semangat baru yang luhur atau dapat disebut revolusi kultur, revolusi pola fikir dan karakter atau lebih tepatnya disebut revolusi sistemik.

Apabila hal ini dipandang menjadi jargon dan lokomotif yang harus dan mutlak digerakkan maka tindakan yang dapat dilakukan harus dengan mempersiapkannya. Untuk mengawal pilihan pertama dan bahkan kedua, bagaimanapun juga harus dipandang bahwa kekritisan tidak cukup tetapi harus dengan tindakan dan karakter yang tercipta..

Memotret realitas yng ada, hampir semua elemen yang terlibat dalam reformasi kini menjadi kekuatan 'baru' yang dipertanyakan eksistensinya. Kecenderungan untuk sekedar melakukan pragmentasi politik dan hukum --alias mengulang 'prilaku' orde baru-- tampak dimana-mana. Olehnya itu, perlu ada upaya yang tidak sekedar menjadi kekuatan kritis tetapi pilihan harapan dan tindakan. Pilihan ini dapat muncul dari upaya yang sinergis, intens dan serius. Upaya ini tidak sekedar idealisme tetapi sebuah upaya mengkonstruksi karakter dan tindakan yang benar yang sifatnya sistemik. Upaya ini pula harus dipahami sebagai tindakan social engenering yang menjadi titik tumpuan. Ada keunggulan yang dapat menjadi harapan bagi HMI-MPO untuk melakukan tindakan social enggenering ini. Keunggulan itu ada pada eksitensinya sebagai organisasi kader dan perjuangan. Akan tetapi hal itu bisa menjadi harapan semata ketika kristalisasi watak kader tidak mengarah ke sana apalagi terjebak pada pilihan pragmatis dan sesaat. Barangkali kalau sedikit mau peduli, kekuatan mana lagi yang mau dan bersedia melakukan proyek suci dan mulia ini kalau bukan kita sendiri --kader HMI*.


By : Buddy*

No comments: