Wednesday, July 19, 2006

MATINYA LEMBAGA PENEGAK HUKUM

Sampai hari ini seluruh umat manusia masih meyakini bahwa lembaga peradilan merupakan satu-satunya tempat untuk mendapatkan keadilan, termasuk lembaga peradilan yang ada di Indonesia. Namun dapat disayangkan apabila lembaga peradilan yang ada di Indonesia banyak dijumpai transaksi jual beli keadilan. Sehingga masyarakat jenuh dengan kondisi tersebut. Kejenuhan tersebut merupakan faktor utama terjadinya anarkisme dalam penyampaian aspirasi.


Sejak Indonesia merdeka sampai dengan bergulirnya orde reformasi, sektor hukum merupakan wilayah yang nyaris tidak tersentuh dengan proses perubahan di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa penegakan hukum dan reformasi peradilan merupakan faktor yang sangat fundamental yang harus ditempuh, untuk mendapatkan suatu tatanan masyarakat Indonesia baru yang adil dan demokratis. Dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat hukum belum menampakkan upaya yang serius. Dan hal ini dapat di jumpai di media massa dan media eloktronik terjadinya dugaan penyalagunaan kekuasaan di lembaga-lembaga penegakan hukum.


Lemahnya penegakan hukum dan adanya penyalagunaan wewenang dalam praktek peradilan merupakan faktor utama lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Di orde reformasi kian banyak fakta yang menunjukkan bahwa peradilan kita masih dipenuhi oleh para mafia peradilan. Terpilhnya Baqir Mannan sebagai Hakim Agung pada Mahkama Agung Republik Indonesia di nilai tidak mampu membuat lembaga peradilan menjadih bersi dari peraktek kotor, terdapat 6000-an hakim se-Indonesia, lebih dari lebih dari 60% di antaranya merupakan hakim busuk. Sementara itu di tingkat Mahkamah Agung, sebagian besar hakim agung dicurigai sebagai hakim-hakim yang bermasalah.


Menurut data dari Lembaga ICW, selama kurung waktu tahun 2000 hingga 2006 terdapat 160 hakim di berbagai daerah yang telah membebaskan pelaku korupsi, diantaranya 67 kasus di bebaskan di Pengadilan Negeri, 3 kasus korupsi dibebaskan di Pengadilan Tinggi dan 7 kasus korupsi dibebaskan di Mahkamah Agung.


Terjadinya perpecahan di dalam tubuh pengadilan tindak pidana korupsi, pada lembaga tersebut, hakim ketua pada persidangan perkara Harini Wijoso tanggal 26 April 2006 menolak permintaan jaksa penuntut umum untuk menghadirkan Baqir Mannan sebagai saksi pada perkara Harini Wijoso pada tanggal 26 April 2006 yang lalu. Dan sebelumnya, ada juga penolakan pemeriksaan di Mahkamah Agung atau menolak memberikan salinan pendapat hukum, ini juga menunjukkan para hakim konsisten menolak semangat perbaikan dalam sistem peradilan di Indonesia.


Hal yang sama juga terjadi dilembaga kejaksaan baik kejaksaan Agung maupun Kejaksaan Tinggi dan Negeri merupakan potret buram dalam penuntutan hukum yang diemban lembaga tersebut. Sebagai contoh adalah adanya Keputusan untuk menghentikan penyidikan dan proses peradilan dugaan korupsi yang dilakukan mantan penguasa Orde Baru oleh oleh kejasaan dan didukung oleh Ketua MPR Hidayat Nurwahid bersama kroni-kroni Suharto termasuk SBY-JK, padahal kasus tersebut merupakan kasus terbesar di Indonesia dimana mantan Presiden suharto di duga menyalagunakan kekuasaanya selama menjadi Peresiden Republik Indonesia dan sudah menjadi simbol korupsi dan maskot pelaku korupsi di Indonesia. Menurut lembaga Penelitian Masyarakat transparansi Indonesia bahwa setidaknya dalam priode 1993-1998 tercatat Keputusan Presiden (Kepres) bermasalah dari 528 Keputusan Presiden (Kepres) dalam tenggang waktu priode tersebut, Keputusan Presiden tersebut memberikan fasilitas dan kemudahan bagi kegiatan anggota dan keluarganya serta kroninya. Lembaga ICW telah mengindentifikasi setidaknya terdapat 30 Keputusan Presiden (Kepres) yang bemuatan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang menguntungkan keluarga mantan Presiden Suharto dan kroninya. Transaparancy Intertrnasional pada tahun 2004 disebutkan bahwa mantan Presiden Suharto dikala berkuasa menduduki peringkat atas sebagai pemimpin terkorup di dunia, dan dalam masa pemerintahannya, mantan Presiden Suharto diduga menjarah uang negara sebanyak15-35 milyard dolar AS. Dan dalam masa itu juga merupakan peringkat kedua terkorup di bawa Presiden Philipina Rerdinand Marcos.


Apa yang dilakukan oleh di kedua lembaga tersebut merupakan kelakuan yang menyalahi bahkan menghianati agenda reformasi dimana salah satu agenda reformasi yang belum dikasanakan adalah melakukan penyidikan dan proses peradilan dalam menuntaskan kasus-kasus KKN yang melibatkan mantan penguasa Orde baru itu serta anggota-anggota keluarganya dan kroni-kroninya.


Langkah yang diambil oleh Komisi Yudisial yakni pengajuan Perpu tentang seleksi ulang hakim agung diharapkan menjadi titik tolak pelaksaan reformasi peradilan dan diharapkan mampu melakukan pembersihan terhadap institusi Mahkamah Agung yang ditengarai dihuni oleh hakim-hakim yang bermasalah. Sayangnya, upaya Komisi Yudisial seakan-akan ditanggapi dingin oleh Pemerintah. Malah, Mahkamah Agung melakukan reaksi yang tidak wajar. Mahkamah Agung seolah-olah melindungi hakim-hakim agung yang bermasalah itu, dengan menolak usulan PERPU dari Komisi Yudisial tersebut. Malah tersiar kabar kalau beberapa Hakim Agung melakukan pertemuan untuk mengkonsolidasikan bahwa Mahkamah Agung (terutama Ketua MA, Bagir manan) menghalang-halangi terwujudnya penegakan hukum dan reformasi peradilan, serta perkembangan demokrasi yang berkeadilan.


Mahkamah Agung saat ini dipresepsikan oleh publik yang tidak reformis dan tidak memiliki pran yang siknifikan didalam proses pembaharuan hukum di indoensia. Pada ironisnya lagi para hakim agung memilih kembali Baqir Mannan sebagai Ketua Mahkama Angung Republik Indonesia. Padah masyarakat meyakini bahwa selama Mahkama agung dipimpin Baqir manna tidak terjadil reformasi peradilan bahkan semakin terpuruk selama kepemimpinannya. Demikian juga halnya kejasaan agung yang dipimpin Abdurrahman Saleh.


Langkah Presiden Bambang Yudoyono mempending kasus suharto merupakan langka penghianatan reformasi dan penghancuran hukum di Indonesia. Wailaupun Abdulrahman saleh kepada kompas, minggu mengatakanan langkah menghentikan penuntutan kasus suharto dilakukan karena, sesuai dengan penilaian medis, tak mungkin diadili "kalau nanti ada penilaian medis yang bisa dilakukanl lagi jadi belum titik."

Yayasan yang dahulu perna disita tetap dalam status sitaan "kami sedang memplajari kemungkinan ditempuh jalur perdata."


Terpilihnya kembali Baqir Mannan sebagai ketua Mahkama Agung Republik Indonesia merupakan bukti nyata bahwa reformasi pengadilan belum tersentuh sejak sewindu reformasi. Selama Baqir Mannan menjabat sebagai ketua Mahkama Agung Republik Indonesia reformasi pengadilan tidak jalan bahkan terjadi penyelamatan hakim-hakim diduga bermasalah.


Untuk melaksanakan reformasi peradilan dan penegakan hukum, sebaiknya para petinggi republik ini harus mengambil hikmah dari kata-kata orang bijak, orang bijak mengatakan: " dilukai bukan dibayar dengan kebaikan atau balas dendam, akan tetapi dilukai dibalas dengan keadilan dan keadilan dapat diperoleh di lembaga peradilan ."



By : Justeriah

No comments: